Serba serbi Hari Guru Nasional 2023
Viral di Hari Guru, Lukas Kolo Guru di NTT 10 Tahun Mengajar Tanpa Digaji, Kini Nyambi Jual Hewan
Di tengah ramainya perayaan Hari Guru, viral pula kisah seorang guru bernama Lukas Kolo (37) di Nusa Tenggara Timur (NTT).
TRIBUN-TIMUR.COM - Hari Guru Nasional jatuh pada hari ini Sabtu (25/11/2023).
Ramai di media sosial video perayaan hari guru denganb berbagai cara.
Misalnya memberi bunga, kue, kado hingga nasi tumpeng ke guru-guru mereka.
Di tengah ramainya perayaan Hari Guru, viral pula kisah seorang guru bernama Lukas Kolo (37) di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Salah satunya diunggah akun Instagram @martapurapedia.
Sudah 10 tahun Lukas Kolo mengajar diduga tak pernah diberi gaji.
Mirisnya, demi menghemat biaya transportasi, guru di NTT ini bahkan tinggal di perpustakaan sekolah bersama keluarganya.
Perpustakaan sekolah itu dialih fungsikan sebagai tempat tinggal sementara untuk para guru.
Sosok Lukas Kolo
Lukas Kolo (37) memilih tinggal di perpustakan sekolah.
Berawal dari Lukas Kolo karena tak kunjung menerima gaji selama 10 tahun mengajar.
Lukas Kolo mengabdi menjadi guru di SMP Negeri Wini.
Ia menjalani profesinya sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri Wini dengan sukacita.
Diceritakan Lukas, pada Agustus 2023 lalu, Lukas menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun, hingga saat ini ia belum menerima gaji.
"Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari ini belum terima gaji. Mungkin pemerintah masih urus, karena terlalu banyak peserta," ungkap Lukas, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (21/11/2023).
Ia bahkan tidak mengetahui secara pasti kapan akan menerima gaji.
Saat ini, dirinya hanya bisa menunggu saja.
Untuk bertahan hidup, kini Lukas mengandalkan kerja sampingan dengan menjadi pekerja kebun dan menjual hewan.
Di SMP Negeri Wini ini, Lukas bersama keluarganya sengaja tinggal di ruang perpustakan yang dialihfungsikan menjadi mes.
Hal itu demi untuk menghemat biaya transportasi dari rumahnya di Bakitolas yang jaraknya sekitar 25 kilometer ke SMP Negeri Wini.
"Pulangnya kalau ada keperluan saja. Ya kadang satu bulan sekali. Yang menginap di mes ada tiga guru, termasuk saya," ungkapnya.
Dia mengaku, harus membuat alat peraga karena tak memiliki lab bahasa.
"Sejauh ini, kami hanya bisa pakai alat peraga. Kami kreatif sendiri untuk membuat gambar atau poster. Kami sediakan dan kami paparkan agar mereka tahu tentang apa," tuturnya.
Sementara saat praktik listening atau praktik mendengarkan percakapan Bahasa Inggris, Frederikus menggunakan speaker atau pengeras suara kecil yang disambungkan ke ponsel.
Frederikus mengungkapkan bahwa SMP Negeri Wini tak memiliki proyektor untuk mengajar.
Bahkan terkadang dirinya meminjam proyektor ke SD Katolik Wini yang tak jauh dari sekolahnya.
"Kami kadang kalau mau pakai Infocus (merek proyektor) harus pinjam dari SD Katolik Wini. Karena kan mereka ada. Kalau ada pertemuan orang tua dan urgent, ya harus pinjam," ujar Frederikus.
Di sisi lain, setiap guru harus membeli buku referensi tambahan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa.
"(Kalau ada tambahan belajar, guru) harus beli. Terkadang, buku referensinya disiapkan oleh guru, lalu mereka fotokopi,” ucap Guru Bahasa Indonesia, Aryance Paulina Thake Kolo.
Lukas pun meminta Pemerintah Indonesia memperhatikan tenaga pengajar di pelosok negeri yang jauh dari kata sejahtera.
Apalagi di wilayah perbatasan banyak tenaga guru honorer.
"Karena di sini banyak guru honorer. Tentunya pemerintah harus membuka mata. Karena, tanpa guru, dunia bisa mati. Guru yang bisa mencerdaskan bangsa," katanya.
"Kebutuhan sangat menuntut, tapi pemerintah kurang memperhatikan, itu kendala kami di situ. Jadi, kami mohon supaya, untuk ke depan, perhatikan guru," ucap Lukas melanjutkan.
Sama dengan Lukas, Frederikus berharap pemerintah lebih memperhatikan tenaga pendidik.
“Anak bangsa ini perlu dididik. Tapi, bagaimana dengan kami yang pendidik? Itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah,” ujarnya.
Terlepas dari hal tersebut, Frederikus juga tetap berharap agar siswanya yang lulus bisa melanjutkan ke jenjang tinggi dan tidak kalah saing dengan anak yang bersekolah di kota. (Tribun Sumsel)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.