Opini
Seberapa Baik Guru Mengajar?
Kurikulum yang bagus di tangan guru-guru yang jelek akan hancur berantakan dan tidak akan bermakna apa-apa, tidak membawa kita kemana-mana.
Saharuddin Ronrong
Kepala Departemen Kurikulum Sekolah Islam Athirah, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemdikbudristek RI, Divisi Kaderisasi FLP Sulsel)
PERBINCANGAN pendidikan di berbagai forum hampir selalu bermuara pada satu kesimpulan bahwa kualitas guru sangat menentukan arah pendidikan, bahkan kualitas guru jauh lebih penting daripada kualitas kurikulum.
Kurikulum yang bagus di tangan guru-guru yang jelek akan hancur berantakan dan tidak akan bermakna apa-apa, tidak membawa kita kemana-mana.
Sebaliknya kurikulum yang biasa saja, di tangan guru-guru yang hebat akan lain cerita, para siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda dan berhasil.
Pertanyaan mendasar yang perlu terus diulang-ulang adalah ‘sebaik apa para guru mengajar?’
Seorang guru harus bertanya setiap hari kepada dirinya seberapa baik ia mengajar, seorang kepala sekolah harus bertanya dari hari ke hari seberapa baik para guru di sekolahnya mengajar?
Manajemen sekolah, komite sekolah, orang tua murid, dinas pendidikan, pemerintah daerah, kementerian bahkan seorang kepala Negara seharusnya ada dalam pertanyaan yang sama.
Berkaca kepada Jepang, saat bom atom menghantam Hiroshima dan Nagasaki mereka pertanyaan yang substantif yang diajukan oleh Kaisar Hirohito adalah berapa jumlah guru yang selamat.
Kisah yang mengesankan dan penuh pesan ini tentu saja telah lama kita dengar.
Pada situasi yang aman tentram (bukan dalam situasi perang, gawat darurat dan bencana), pertanyaan yang relevan yang perlu diajukan adalah, dari sekian banyak guru yang ada, berapa guru yang benar-benar bisa mengajar, mampu mendorong pembelajaran, menciptakan suasana belajar dan tentu saja mau terus belajar.
Dari sekian guru yang kita percaya menghadapi anak-anak kita, hadir di ruang-ruang kelas, yang digaji pemerintah dan yayasan/masyarakat, berapa di antara mereka yang mampu mengajar sesuai harapan?
Kita tidak semestinya alergi dan antipati terhadap pertanyaan semacam itu.
Namun, kita bisa mengerti dan memahami bahwa budaya diskusi terbuka dan berefleksi masih belum tumbuh subur dalam budaya akademik kita.
Perbedaan pandangan, kritik, bahkan pertanyaan ‘kritis dan tajam’ masih dianggap sebuah serangan yang tidak mengenakkan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.