Nur Hidayah Guru Besar UIN
Cerita Perjalanan Karier dan Pentingnya Jadi Guru Besar bagi Prof Nur Hidayah
Perjalanan panjang selama 10 tahun menuju guru besar memberikan Nur Hidayah banyak pelajaran dan pengalaman berharga.
Penulis: Sayyid Zulfadli Saleh Wahab | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, GOWA - Prof Nur Hidayah resmi menjadi guru besar dalam bidang Manajemen Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar, Rabu (8/11/2023).
Yaya, sapaan, Prof Nur Hidayah menceritakan perjalanan kariernya hingga bisa menyandang gelar profesor.
Ia mengingat kembali ketika mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi Dosen di tahun 2005.
Saat itu dia baru saja menyelesaikan S1 Keperawatan dan Profesi Ners serta melanjutkan studi S2 Administrasi Rumah Sakit.
Setelah proses panjang akhirnya dia dinyatakan lulus menjadi dosen Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar dengan SK TMT April 2006.
"Itulah awal menjadi dosen dengan jabatan pertama Asisten Ahli," katanya.
Sejak itu Prof Yaya mulai mempelajari setiap jenjang jabatan fungsional dan bagaimana meraihnya.
Dari awal dia sudah merencanakan apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
Tahun 2007 dia berhasil lulus dari jenjang S2.
Yaya memerlukan jeda setahun, kemudian pada tahun 2009 dia memulai kembali studi lanjut S3 (doktor) dan berhasil menyelesaikannya pada Maret 2013.
Sebagai doktor pertama di Fakultas Ilmu Kesehatan saat itu, ia mendapatkan kesempatan yang luar biasa dari Wakil Rektor 1 bidang akademik dan pengembangan, Lembaga Prof H Ahmad M Sewang untuk membawakan orasi ilmiah pada peringatan Dies Natalis UIN Alauddin Makassar.
Bagi Yaya, ketika membawakan orasi ilmiah di hadapan para guru besar, sivitas akademika, dan pejabat daerah yang datang sungguh membuat dia berfikir berkali-kali materi apa yang harus dia tulis pada buku orasinya.
Baca juga: Pengukuhan Prof Nur Hidayah Dihadiri 66 Guru Besar, Rektor UIN Alauddin: Bukan Kaleng-kaleng!
Ia mengaku bangun di tengah malam duduk, diam, dan merenung apa yang harus dia tulis.
"Hingga akhirnya saya menemukan ide untuk mengintegrasikan isu arah pendidikan tinggi yang relevan saat itu dengan visi kampus," katanya.
Sehingga Prof Yaya merumuskan satu judul 'Universitas Berbasis Riset menuju Perwujudan Kampus Peradaban'.
Pada Dies Natalis ke-48 UIN Alauddin Makassar pada 12 November 2013 menjadi sejarah baru bagi Yaya sebagai seorang dosen perempuan yang baru saja menyelesaikan pendidikan doktor menyampaikan orasi ilmiah di hadapan ratusan orang yang memenuhi Auditorium.
Tak ada orang yang mengetahui ketika itu, betapa kencang degupan jantung Yaya saat menuju podium untuk menyampaikan orasi ilmiahnya.
"Tapi ada satu tatapan mata yang teduh dan penuh semangat dari seorang perempuan di bawah sana yang yaitu 'Ibu' tersenyum penuh doa mengirim isyarat 'lakukan yang terbaik kamu bisa'. Tatapan itu menjadi spirit kuat yang memicu kepercayaan dirinya saat menyampaikan orasi ilmiah," katanya.
Di akhir orasinya, ia membacakan puisi yang berjudul 'Tafakkur dalam Asa Peradaban' yang merupakan karya yang lahir dari perenungan mendalam di setiap malam saat gelisah dan tak tahu apa yang harus dia tulis memenuhi ruang-ruang pikir yang liar.
Baca juga: Profil Prof Nur Hidayah, Usia 42 Tahun Jadi Guru Besar Pertama FKIK UIN Alauddin Makassar
Ada perasaan gembira bercampur haru dalam diri Yaya ketika gemuruh tepukan tangan dan ucapan selamat datang dari seluruh undangan.
Hal ini menjadi hadiah dan semangat yang luar biasa baginya, dan itulah awal dia mulai selalu mengucap doa dalam hati.
“Semoga saya masih diberi kesempatan berdiri berorasi ilmiah di podium seperti ini, kelak saat dikukuhkan menjadi guru besar," katanya.
Perjalanan panjang selama 10 tahun menuju guru besar memberikan Yaya banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang membentuk dirinya menjadi lebih produktif, kreatif, dan inovatif.
Melihat berbagai peluang untuk bisa merobohkan narasi kuat 'Bisakah saya menjadi profesor?' menjadi 'Profesor InsyaAllah bisa!'
Untuk menjawab tantangan ini Yaya mengatakan dibutuhkan kecakapan hidup dan menyadari dirinya berpotensi.
‘’Kita butuh kecakapan hidup dan menyadari bahwa setiap kita punya potensi untuk maju, mengasah kompetensi, kemampuan beradaptasi, dan meyakini bahwa setiap usaha dan doa pasti akan membuahkan hasil meskipun tak tahu kapan waktu yang tepat diberikan Allah SWT kepada kita. Jangan lelah berusaha dan berdoa untuk setiap niat baik untuk manusia dan kemanusiaan," jelasnya.
Tahun 2023 adalah tahun yang paling istimewa bagi Yaya.
Ia dianugerahi nikmat menjalankan ibadah haji, dan sekaligus mendapatkan SK Guru besar pertama di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar di bidang Manajemen Keperawatan.
Nikmat ini menjadi jawaban konkret atas segala usaha, kerja keras, dan doa yang telah dia tunaikan selama ini.
"Tentu saja saya sangat bersyukur karenanya. Semoga capaian ini menjadi berkah untuk sesama dan pengembangan ilmu pengetahuan," ucapnya.
Ia menyadari, guru besar adalah jabatan fungsional tertinggi dan menjadi impian bagi seorang yang memiliki profesi dosen.
Untuk menjadi guru besar, tentunya, seorang dosen minimal memiliki ijazah S3 (Doktor) dan karya ilmiah terpublikasi di jurnal bereputasi yang menjadi syarat utama.
Calon guru besar juga memiliki pengalaman dalam Tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian) serta memenuhi syarat khusus seperti pernah mendapatkan hibah minimal Rp100 juta, menjadi promotor dan co-promotor.
Menjadi pembimbing dalam Tridharma Perguruan Tinggi, juga harus menjadi motor penggerak perguruan tinggi yang menjadi salah satu indikator penting penentuan akreditasi universitas untuk menjadi unggul.
Baginya, seorang guru besar dituntut mengambil peran terutama dalam menghasilkan karya-karya ilmiah dan solusi terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi dalam dinamika kehidupan umat manusia dan bangsa Indonesia pada khususnya.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru besar memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu sumber daya tenaga pendidik dan sistem pendidikan yang berfokus pada inovasi, logika dan filosofi berfikir bijak, dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Lebih lanjut, bagi Yaya, keberadaan guru besar sebagai pemegang otoritas akademik tertinggi memegang peranan penting dalam kemajuan universitas/perguruan tinggi.
Tugasnya tidak hanya mengajar, meneliti, dan pengabdian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga diharapkan mampu menciptakan ide dan pemikiran baru yang menjawab kebutuhan umat manusia
yang saat ini hidup di era penuh ketidakpastian dan kecepatan yang melampaui waktu.
Kata dia, mutu perguruan tinggi yang dievaluasi melalui akreditasi tidak hanya melihat dari fasilitas, inovasi, prestasi, kurikulum, tridarma perguruan tinggi tetapi juga melihat kuantitas dan kualitas guru besar yang dimiliki.
"Oleh karena itu, guru besar menjadi komponen penting yang mampu mendongkrak reputasi perguruan tinggi secara nasional dan internasional," katanya.
Yaya berharap guru besar mampu memberikan semangat baru, nyawa, dan pelita sivitas akademika yang dapat membantu percepatan transformasi pendidikan tinggi yang terekognisi secara global.
Pentingnya keberadaan guru besar pada hakikatnya bagaimana mengajak komunitas akademik atau komunitas ilmu untuk menggali, mengembangkan, menyebarluaskan kebenaran ilmiah yang diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah sosial dan meningkatkan kesejahteraan dan harkat martabat kemanusiaan.
"Kita membutuhkan Guru besar dalam berbagai aktivitas penelitian, pengabdian, diskusi ilmiah atau debat terkait isu strategis dan global dengan menggunakan berbagai pendekatan ilmiah," jelasnya.
Mengingat lanjutnya, penting dan besarnya peran guru besar dalam kemajuan bangsa ini.
Yaya berharap komunitas akademik dan komunitas ilmu menemukan tempat yang nyaman untuk produktif
manapaki jenjang jabatan fungsional hingga dapat meraih guru besar dan memiliki semangat melahirkan generasi-generasi yang akan meneruskan dan mengembangkan keilmuan.(*)
Laporan Wartawan TribunGowa.com, Sayyid Zulfadli
Nur Hidayah Guru Besar UIN
UIN Alauddin Makassar
guru besar
Perjalanan Karier Nur Hidayah
FKIK UIN Alauddin
TribunBreakingNews
Running News
Pengukuhan Prof Nur Hidayah Dihadiri 66 Guru Besar, Rektor UIN Alauddin: Bukan Kaleng-kaleng! |
![]() |
---|
Nur Hidayah Resmi Guru Besar, Rektor UIN Alauddin: 5 Guru Besar Segera Dikukuhkan |
![]() |
---|
Alissa Wahid: Jaringan GUSDURian Tak Berpolitik |
![]() |
---|
Profil Prof Nur Hidayah, Usia 42 Tahun Jadi Guru Besar Pertama FKIK UIN Alauddin Makassar |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Nur Hidayah Dikukuhkan Jadi Guru Besar UIN Alauddin Makassar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.