Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Makassar Biennale

Makassar Biennale Libatkan Puluhan Seniman, Praktisi dan Warga di 5 Kota

Makassar Biennale sendiri merupakan ajang seni rupa internasional dengan tema abadi Maritim.

Penulis: Rudi Salam | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/RUDI SALAM
Tur kota rangkaian Makassar Biennale di Benteng Rotterdam, Jl Ujung Pandang, Selasa (12/9/2023). Tur kota ini diikuti sekitar 60 peserta dari berbagai daerah, dengan mengunjungi beberapa titik bersejarah di Makassar. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Makassar Biennale 2023 kembali hadir di Kota Makassar, mulai 9-23 September 2023.

Makassar Biennale sendiri merupakan ajang seni rupa internasional dengan tema abadi Maritim.

Kegiatan ini dihadirkan kerjasama Tanahindie, Bumi Lestari, Kolektif Stereo, Rumah Saraung, dan Videoge.

Khusus di Makassar, Makassar Biennale dipusatkan di tiga tempat, yakni Rumata Art Space, Atmosfer Studio, Siku Terpadu. 

Berbagai rangkaian acara bakal diisi oleh seniman, praktisi, dan warga di lima kota, yakni Makassar, Pangkep, Parepare, Labuan Bajo, dan Nabire.

Salah satu rangkaian acaranya adalah tur kota dengan mangambil titik kumpul di Benteng Rotterdam, Jl Ujung Pandang, Selasa (12/9/2023).

Baca juga: Viral di Twitter Warga Makassar Curhat Ibu RT Jual Air PDAM Padahal Pemkot Bagi Gratis

Tur kota ini diikuti sekitar 60 peserta dari berbagai daerah, dengan mengunjungi beberapa titik bersejarah di Makassar.

Kurator Makassar Biennale, Fitriani A Dalay, menjelaskan khusus tur kota merupakan bagian dari karya Jim Allen Abel (Jimbo) yang merupakan seniman foto.

Karya-karyanya banyak tentng foto dan arsip seputar Kota Daeng, sebutan Makassar.

Para perserta diajak berjalan-jalan sembali menyimak berbagai arsip visual wajah Kota Makassar tahun 1800-an. 

“Karyanya (Jimbo) banyak tentang foto dan arsip, jadi dia mengarsipkan Makassar, bangunan-bangunan lama yang sekarang hampir hilang jejaknya,” katanya, saat ditemui Tribun-Timur.com, Selasa (12/9/2023).

Sebelumnya, peserta tur kota telah melihat katya Jimbo yang dipamerkan dalam Makassar Biennale.

“Jadi peserta melihat dulu karyanya, terus turun biar mengerti, kita lihat ini seperti apa. Ada beberapa titik yang dikunjungi,” tanbah Piyo, sapaan akrab Fitriani A Dalay.

Makassar Biennale juga diisi berbagai rangkaian acara, seperti pameran, lokakarya, wifara seniman, hingga simposium.

Baca juga: Pemkot Makassar Gelontorkan Rp800 Juta Tangani Krisis Air Bersih

Direktur Makassar Biennale, Anwar Jimpe Rachman, menjelaskan model pelaksanaan Makassar Biennale yang dimulai sejak 2019 menjadi cara pihaknya ikut berkontribusi pada perkembangan dan pertumbuhan dinamika kancah seni dan kebudayaan di Nusantara.

“Keterlibatan banyak pihak dalam program-program MB merupakan kebutuhan urgen demi membangun kepercayaan diri warga yang turut berkontribusi sampai ikut melaksanakan dan merayakannya,” jelas Jimpe.

Makassar Biennale juga menjelma ruang informal pendidikan seni dalam jangka yang panjang. 

Puluhan seniman dari lima kota berpameran bersama seniman-seniman dari jaringan nasional dan internasional. Setiap seniman didampingi oleh penulis dan dokumentator. 

Keduanya bertugas merekam model dan metode seniman bersangkutan untuk kemudian disebar secara daring (online) dan luring (cetak) untuk disebar ke khalayak luas dan menjadi arsip yang dapat diakses dan dipelajari.

Adapun seniman yang terlibat di Makassar Biennale dan berpameran di lima kota adalah sebagai berikut.

Dimulai dari Makassar ada Sokola Pesisir (Makassar), Thania Petersen (Capetown), Aristofani Fahmi (Pekanbaru), Kebun Tetangga (Makassar), Gymnastik Emporium (Yogyakarta), Moelyono (Tulungagung), Alghifahri Jasin (Makassar), Jim Allen Abel (Bandung), Yahyakhan Natadias (Tangerang Selatan), Alifah Melisa (Jakarta).

Lalu Pangkep, ada Arman Pio (Pangkajene), Husain ‘Chenk’ Abdullah (Pangkajene), Ghandi Eka (Bandung), Ais Nurbiyah Al-Jumu’ah (Pangkajene).

Kemudian Parepare, ada Dwi Julian SM (Makassar), A. Mey Kumalasari (Soppeng), Supriadi (Parepare), Muhamad Ilham & Aldizar Ahmad Gifhari (Jatiwangi).

Ada Nabire, meliputi Robert ‘Chi’ Machiri (Harare, Johannesburg, Berlin), Jebulon Bunai (Nabire), Ellya Alexander Tebay (Nabire), Kunianto Degei (Nabire), dan Linggues (Jayapura).

Serta Labuan Bajo, ada Redra Ramadhan (Labuan Bajo), Memo Johar (Wae Kesambi), Dixxxie (Maumere), dan Obby Tukan (Kupang).

Makassar Biennale juga membangun tradisi baru, yakni dengan mengundang beberapa penulis.

Penulis tersebut diharapkan menyumbangkan pikiran mereka terkait program dan apa yang mereka saksikan dan dengar di Makassar Biennale.

Adapun penulis teesebut adalah Anita Halim (Makassar), Neni Muhidin (Palu), Irmawati Puan Mawar (Makassar), dan Zikri Rahman (Kuala Lumpur).(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved