Bertemu Pak Gany di Masjid Sultan Singapura
“Kakek nenek saya dari Makassar” ucapnya sambil memanggil saya duduk di sebelahnya, di bangku taman depan tempat tugasnya mengatur turis
Ini adalah pengalaman kedua saya menginap di hostel. Setelah sebelumnya, beberapa tahun lalu saat mengantar Vika, anak saya, ke kota Pare dan singgah menginap di Malang untuk beberapa waktu. Tapi hostel di dekat stasiun kota Malang itu ada petugas jaga, ada resepsionis dan pencatatan pengunjung secara temu muka.
Mereka memindai kartu identitas, memberi penjelasan mengenai norma selama menginap disana lalu mempersilahkan untuk masuk ke kamar. Di sini, relasinya serba online melalui aplikasi di handphone. Tak ada orang.
Tak ada tatap muka. Sebuah pengalaman pertama yang membuat canggung.
Saat keluar dari hotel, saat selesai pamit dengan dua orang kawan backpacker dari Malaysia yang juga sudah siap pakansi, saya menuju ke Masjid Sultan lagi. Berharap bertemu pak Gany untuk meminta petunjuk moda transportasi ke bandara.
Dan benar dia ada di gerbang masjid. Saya minta berfoto dan dia oke. “Sini Ridho. Gampang lah kalau cuma foto” dan klik klik klik. Jadilah saya selfie dengannya sebelum dia memberi petunjuk arah ke bandara. “kau naik bus ke arah sana (sambil menunjuk ke timur).
Kau baca ‘to airport’. Itu busnya.”
“Sehat-sehat yah. Semoga nanti akan bertemu jika saya ada kesempatan berkunjung ke Makassar. Kampung halaman nenek moyang kami…” sapanya saat saya berjalan menuju cafe cafe yang saling berhadapan dengan nama-nama cafe yang bermacam-macam seturut dengan asal dari pemiliknya. Ada toko Suriah, ada restoran Arab, Turki juga Melayu. Juga yang lain.
Selintas ornamen lampu-lampu Turki, dekorasi Jawa, penataan makanan khas warung Padang, juga porselen-porselen dari Persia menghias gang yang kira-kira mirip dengan beberapa tempat di Denpasar atau di Malioboro Jogjakarta, atau mungkin mirip Cina Town di Makassar.
Tapi sayang paling saya senangi adalah cara mereka menjaga daun-daun jendela tua masih tetap berfungsi. Sungguh perpaduan yang aneh: gedung-gedung pencakar langit sekeliling dan rumah-rumah dengan jendela-jendela tua yang masih berfungsi. Hadeuh…
Kawan, saat saya shalat zuhur, seorang dari Malaysia menyapa: “dari Indonesia?” Saya jawab “ia pak”. “Saya Syamsuri, dari Malaysia tapi bapak ibu dari Solo” saat memperkenalkan diri. Saat saya selesai shalat Imam Masjid, Ulul Azmi, menyapa dan saya mohon izin memberikan sebuah buku saya. “Semoga ini menjadi asbab umat makin mencintai Islam” katanya. Dia berasal dari Melayu yang telah bercampur dengan Jawa. Saya merasa bertemu kawan sekampung halaman yang begitu di tempat jauh. Saya bertemu dengan orang-orang yang baik, di ruang yang cukup jauh bagi saya. Terimakasih yah orang-orang baik…
Harga Honda Genio Terbaru 2025, Ada Promo Spesial dari Asmo Sulsel |
![]() |
---|
Hattrick Jenderal Sulsel Pimpin Lantamal dan Kodaeral VI Makassar |
![]() |
---|
Ketua PSI Sulsel Muammar Gandi Turun Langsung Berbaur Warga di Perayaan HUT RI di Makassar |
![]() |
---|
Pjs RT/RW Keluhkan Insentif Belum Cair, Ini Penjelasan Sekkot Makassar |
![]() |
---|
Kenalkan Andi Abdul Aziz Jenderal Asal Sulsel Pulang Kampung Pimpin Kodaeral VI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.