Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Literasi Ulama

Keikhlasan AGH Muhammad Nur

Usianya yang belia dan jauh dari orang tua menunjukkan keikhlasan dan kegigihan AGH. Muhammad Nur dalam menuntut ilmu.

Editor: Sudirman
Tribun Timur
Pengamat Politik Firdaus Muhammad. 

Asy-Syekh Alwi Abbas Al-Maliky, Asy-Syekh Ali Al-Maghriby Al-Maliky, Asy-Syekh Hasan Al-Masyath dan As-Syekh Alimuddin Muhammad Yasin Al-Fadany.

Dari jalur ijazah silsilah ini kemudian diberi gelar Al-Allamah Al-Jalil KH. Muhammad Nur Al-Bugisy.

Keahliannya di bidang ilmu hadis tersebut juga diberi gelar Al-allamah Nashirus Sunnah, penjaga sunnah.

Memperoleh gelar Asy-Syekh Fadhil dan mendapat sertifikat untuk mengajar di almamaternya, Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyah, Mekkah.

Dalam bidang hadis berhasil memperoleh sanad hadis yang bersambung hingga rasulullah. Selama 11 tahun mukim di Mekkah, seluruh aktivitasnya berkaitan dengan ilmu, menghafal al-Qur’an dan memberikan pengajian di Masjidil Haram.

Tahun 1958 kembali ke Makassar dan mempersunting Hj. Fatimah. Mendirikan pesantren Ma`had Dirasatil Islamiyah wal Arabiyah (MDIA).

Bersama AGH Abd Kadir Khalid, MA. Prof. Sayyid Aqiel Al-Mahdaly, salah seorang muridnya memberi gelar guru besar (professor) dan Doktor.

Pengabdiannya, pimpinan tarekat al-Muhammadiyah al-muttabarah (1958-2011), dosen luar biasa UIN Alauddin dan UMI (1964), Direktur IMMIM (1971), Anggota DPRD Makassar (1971-1977) dan (1982-1987), Ketua MUI Sulsel (1985).

Sejumlah pengabdian lainnya menunjukkan dedikasinya pada dunia keilmuan.

Memiliki karamah, misalnya menerima tamu sementara keluarganya tidak melihat seorangpun, kadang tampak bicara sendiri.

Karenanya diyakini beliau berinteraksi dengan bangsa jin. Sepanjang haayatnya dikenal sosok yang sangat Ikhlas, memberi pengajian tanpa dibayar.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved