Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Literasi Ulama

Keikhlasan AGH Muhammad Nur

Usianya yang belia dan jauh dari orang tua menunjukkan keikhlasan dan kegigihan AGH. Muhammad Nur dalam menuntut ilmu.

Editor: Sudirman
Tribun Timur
Pengamat Politik Firdaus Muhammad. 

Oleh: Firdaus Muhammad

Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel

Usianya masih kanak-kanak kala pertama kali menginjakkan kaki di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, Anregurutta Haji (AGH) Muhammad Nur harus menjalani kesehariannya dengan penuh keterbatasan.

Suatu waktu, kala menunaikan ibadah haji, beliau bercerita pada istri, anak dan menantunya.

Bahwa saat butuh sesuatu sementara tidak memiliki uang sedikitpun, maka beliau mengais tanah disamping ka’bah lalu menemukan uang dan diambil secukupnya, sesuai kebutuhan.

Pengalaman itu tidak hanya terjadi sekali itu.

Usianya yang belia dan jauh dari orang tua menunjukkan keikhlasan dan kegigihan AGH. Muhammad Nur dalam menuntut ilmu.

Beliau berada di Mekkah lebih sepuluh tahun dalam kondisi serba kekurangan.

Meski begitu, tidak menghalangi untuk menghafal al-qur’an, menghafal ribuan hadis hingga mendapatkan sanad yang sempurna.

Dilahirkan di Langkeang Maros pada 7 Desember 1932.

Riwayat pendidikannya, Sekolah Rakyat tahun 1942-1947 di Maros.

Langsung melanjutkan pendidikan di Makkah al-Mukarramah pada Madrasah Fakhriyah Utsmani Makkah tahun 1952.

Kemudian madrasah Tsanawiyah Darul Ulum Mekkah tahun 1955 dan Darul Ulum Addiniyah Saudi Arabiyah Mekkah tahun 1958.

AGH. Muhammad Nur mengikuti pengajian tafsir, hadis, fikih dan kitab kuning dari tahun 1947 sampai 1958.

Ijazah silsilah hadis diperoleh melalui; Asy-Syekh Hasan Al-Yamani, Asy-Syekh Sayyid Muhammad Amin Al-Kutuby.

Asy-Syekh Alwi Abbas Al-Maliky, Asy-Syekh Ali Al-Maghriby Al-Maliky, Asy-Syekh Hasan Al-Masyath dan As-Syekh Alimuddin Muhammad Yasin Al-Fadany.

Dari jalur ijazah silsilah ini kemudian diberi gelar Al-Allamah Al-Jalil KH. Muhammad Nur Al-Bugisy.

Keahliannya di bidang ilmu hadis tersebut juga diberi gelar Al-allamah Nashirus Sunnah, penjaga sunnah.

Memperoleh gelar Asy-Syekh Fadhil dan mendapat sertifikat untuk mengajar di almamaternya, Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyah, Mekkah.

Dalam bidang hadis berhasil memperoleh sanad hadis yang bersambung hingga rasulullah. Selama 11 tahun mukim di Mekkah, seluruh aktivitasnya berkaitan dengan ilmu, menghafal al-Qur’an dan memberikan pengajian di Masjidil Haram.

Tahun 1958 kembali ke Makassar dan mempersunting Hj. Fatimah. Mendirikan pesantren Ma`had Dirasatil Islamiyah wal Arabiyah (MDIA).

Bersama AGH Abd Kadir Khalid, MA. Prof. Sayyid Aqiel Al-Mahdaly, salah seorang muridnya memberi gelar guru besar (professor) dan Doktor.

Pengabdiannya, pimpinan tarekat al-Muhammadiyah al-muttabarah (1958-2011), dosen luar biasa UIN Alauddin dan UMI (1964), Direktur IMMIM (1971), Anggota DPRD Makassar (1971-1977) dan (1982-1987), Ketua MUI Sulsel (1985).

Sejumlah pengabdian lainnya menunjukkan dedikasinya pada dunia keilmuan.

Memiliki karamah, misalnya menerima tamu sementara keluarganya tidak melihat seorangpun, kadang tampak bicara sendiri.

Karenanya diyakini beliau berinteraksi dengan bangsa jin. Sepanjang haayatnya dikenal sosok yang sangat Ikhlas, memberi pengajian tanpa dibayar.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved