Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Raja Jawa Tolak Pindahkan Diponegoro dari Makassar

Wacana memindahkan Makam Pangeran Diponegoro dari Makassar dipastikan kandas lagi. Ini usulan ketiga semenjak Sang Pangeran 'beristirahat' di Makassar

|
DOK PRIBADI
Generasi kelima, Raden Hamzah Diponegoro bertugas menjaga area pemakaman Pangeran Diponegoro yang terletak di Jalan Diponegoro, Kel. Melayu, Kec. Wajo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.   

Makassar, Tribun - Wacana memindahkan Makam Pangeran Diponegoro dari Makassar dipastikan kandas lagi. Ini usulan ketiga semenjak Sang Pangeran “beristirahat” di Kota Anging Mammiri.

Sudah tiga kali usulan memindahkan Makam Panglima Perang Jawa itu diwacanakan. Namun, sudah tiga kali pula mentok.

Semua usulan tertolak karena wasiat Sang Pangeran.

Wacana teranyar dilontarkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Di hadapan 98 pemimpin kota se-Indonesia di Makassar, Prabowo menyebut “mungkin lebih baik” jika Makam Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Jawa.

Pernyataan yang dilontarkan Ketua Umum DPP Partai Gerindra di arena Rapat Kerja Nasionak (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota (Apeksi) pada Kamis sore itu ditolak oleh Raja Jawa, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Sabtu (15/7/2023).

Dibanding dengan kondisi Makam Pangeran Diponegoro di Makassar, makam Karaeng Gelesong di Malang, Jawa Timur, jauh lebih memprihatinkan.

Nisan Makam Pangeran Makassar itu penuhi lumut dan halamannya masih berupa tanah merah.

“Dan, belum pernah ada wacana memindahkannya ke Makassar,” tegas Budayawan Sulsel, Idwar Anwar, Sabtu malam.

Menurut pengurus Dewan Kesenian Makassar (DKM) itu, sama dengan Pangeran Diponegoro, Karaeng Galesong juga berjuang di luar kerajaannya. Hanya saja, Karaeng Galesong, yang merupakan putra Raja Gowa Sultan Hasanuddin, memilih sendiri berjuang di Pulau Jawa, setelah ayahnya menandatangani Perjanjian Bongaya.

Karaeng Galesong berjuang di sepanjang Pulau Jawa melawan penjajah bersama belasan ribu prajurit dari Sulawesi hingga akhir hayat dan dimakamkan di Semarang.

Sedangkan Pangeran Diponegoro berjuang di Makassar setelah diasingkan oleh Belanda ke kota ini.

Karaeng Galesong wafat tahun 1679 Masehi, sedangkan Pangeran Diponegoro wafat pada tahun 1855. Keduanya selisih waktu 167 tahun.

Artinya, Pangeran Makassar lebih awal 167 tahun “menetap selamanya” di Pulau Jawa dibanding Pangeran Jawa.

Budayawan Sulsel yang juga Guru Besar Antropologi UNM, Prof Dr Halilintar Latiet, mengatakan, belum pernah ada wacana memulangkan Karaeng Galesong ke Sulsel dari Jawa.

“Tidak pernah ada upaya memindahkan Makam Karaeng Galesong dari Malang ke Gowa,” tegas Prof Halil, sapaan Halilintar.

Menurutnya, Pangeran Diponegoro memilih sendiri keluar dari istana dan berjuang melawan penjajah.

“Belian sendiri kan memilih keluar dari istana Yogya ke Reyogya ke Tegalrejo karena sesuatu, kok mau dikembalikan ke Yogya,” ujar Prof Halil.

Lagipula, ribuan keturunan Pangeran Diponegoro sudah menyebar di Sulsel.

“Setelah beberapa abad, ada lebh 10 ribu turunannya menyebar di Sulsel. Pastilah mereka akan protes semua,” kata Halilintar.

Izin Sulsel

Prabowo “membangunkan” kembali wacana terpendam puluhan tahun itu. Bakal Calon Presiden (Bacapres) Prabowo Subianto ini mengaku punya mimpi ingin memindahkan makam pahlawan Pangeran Diponegoro ke Yogyakarta.

Sebab, Diponegoro merupakan tokoh pahlawan kemerdekaan yang pernah diasingkan oleh penjajah Belanda.

Hingga diasingkan di Makassar, Diponegoro akhirnya menghembuskan nafas terakhir di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.

"Di Kota Makassar, ada makam Pangeran Diponegoro yang dibuang dari daerah asalnya. Tentunya atas izin warga Sulsel, apa tidak kita kembalikan makamnya Pangeran Diponegoro ke kampung halamannya," kata Prabowo dalam diskusi panel Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XVI di UpperHillsConventionHall, Jl Metro Tanjung Bunga, Makassar, Kamis (13/7/2023) sore.

Prabowo merasa bangga apabila warga Sulawesi Selatan memberikan izin dan dukungan jika kuburan Diponegoro dibongkar lalu dipindahkan ke tanah asalnya.

"Saya punya satu pemikiran dengan seizin rakyat Sulawesi Selatan, kita kembalikan beliau ke kampung halamannya," katanya.

Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebut tidak perlu lagi memulangkan Pangeran Diponegoro ke Pulau Jawa.

Menurut Raja Jawa, masyarakat Makassar juga menghormati sosok pahlawan bernama asli Bendara Raden Mas Antawirya tersebut.

"Kalau saya enggak usah, Pangeran Diponegoro di sana [Makassar] juga dihargai oleh masyarakat. Dan masyarakat di Makassar juga menjaga, saya kira tidak perlu harus diputar ke Jogja. Masyarakatnya menghargai [Pangeran Diponegoro] di sana," jelas Hamengkubowono.

Dalam Wikipedia disebutkan, Pangeran Diponegoro awalnya ditawan di Manado. Ketika ditangkap dan akan diasingkan ke Manado dengan menggunakan Kapal Pollux, kondisi Pangeran Diponegoro sudah dalam keadaan lemah, muntah-muntah akibat mabuk laut, dan terkena malaria.

Di atas kapal, Letnan Knooerle, yang merupakan ajudan dari Gubernur Jenderal vanden Bosch (arsitek Tanam Paksa), mengawal pengasingan Diponegoro. Sering kali mereka berdua terlibat dalam percakapan dan salah satu percakapannya adalah ketika Diponegoro mempertanyakan kepada Knoorle, apakah sudah menjadi kebiasaan bangsa Eropa untuk mengasingkan pemimpin yang kalah perang ke sebuah pulau terpencil yang jauh dari sanak saudaranya.

Mendapat pertanyaan itu, Knoorle menjawab bahwa Pangeran Diponegoro diperlakukan sama dengan Napoleon Bonaparte, yang sama-sama diasingkan dalam usia 40 tahunan.

Knoorle mengatakan pemerintahan Hindia Belanda tidak ingin peristiwa Napoleon yang ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba berhasil kabur dan memimpin perang lagi lalu berhasil dikalahkan sehingga dibuang ke pulau yang lebih terasing lagi, yakni St Helena hingga wafat..

Pangeran Diponegoro dan rombongannya, yakni istri, dua anaknya, dan 23 pengikutnya tiba di Manado pada 12 Juni 1830.

Awalnya, Diponegoro akan ditempatkan di Tondano, tetapi Knoorle diberitahu oleh Pietermaat, seorang residen setempat bahwa Kiai Madja beserta 62 pengikutnya baru saja tiba di Tondano dari Ambon, sehingga akhirnya Knoorle memutuskan Diponegoro ditahan di Benteng Manado untuk sementara waktu agar tidak ketemu dengan Kiai Madja.

Diponegoro berada di Benteng Manado atau Fort Nieuw Amsterdam sejak Juni 1830 hingga Juni 1833.

Setelah beberapa tahun di Manado , ia dipindahkan ke Makassar pada Juli 1833 di mana ia ditahan di dalam Fort Rotterdam karena Belanda percaya bahwa penjara tidak cukup kuat untuk menampungnya.

Terlepas dari status tahanannya, istrinya Ratnaningsih dan beberapa pengikutnya menemaninya ke pengasingan dan dia menerima pengunjung terkenal termasuk Pangeran Henry Belanda yang berusia 16 tahun pada tahun 1837. Diponegoro juga menyusun manuskrip tentang sejarah Jawa dan menulis otobiografinya, Babad Dipanegara, selama pengasingannya.

Kesehatannya Menurun karena usia tua. Diponegoro kemudian meninggal pada 8 Januari 1855, pukul 06.30 pagi. Tujuh hari kemudian, anak dan istrinya memutuskan untuk tetap tinggal di Makassar.

Menurut Peter Carey, Gubernur Jenderal AJ DuymaervanTwist mengeluarkan perintah rahasia bahwa keluarga Diponegoro tetap diperlakukan sebagai orang dalam pengasingan dan hanya diperbolehkan berada di Makassar, tetapi mereka mendapatkan tunjangan 6000 gulden yang dibayarkan melalui keraton Yogyakarta.

Pada tahun 1885, sang istri yakni Raden Ayu Retnoningsih meninggal dunia. Raden Ayu Retnoningsih dimakamkan di kampung jera.

Kampung jera atau kampung pemakaman berada di lokasi kampung Melayu. Raden Ayu Retnoningsih dimakamkan di samping makam Pangeran Diponegoro.(mil/bie)

Wasiat Sang Pangeran Bersama Istri

Generasi kelima Pangeran Diponegoro yang bertugas menjaga makam menolak usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto

Generasi kelima, Raden Hamzah Diponegoro bertugas menjaga area pemakaman Pangeran Diponegoro yang terletak di Jalan Diponegoro, Kel. Melayu, Kec. Wajo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Raden Hamzah Diponegoro mengatakan bahwa Pangeran sudah memberikan amanah yang dijaga turun-temurun.

Amanah itu terkait lokasi peristirahatan terakhir Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pengikutnya.

Amanah ini pun yang dijaga puluhan tahun sehingga makam Pangeran Diponegoro serta keluarganya tidak dipindahkan ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Sebelum beliau wafat sudah mewakafkan diri atau menyamping ke istrinya, bahwa sepeninggalnya beliau nanti tidak usah di kampung halaman," kata Raden Hamzah Diponegoro saat ditemui, Jumat (14/7/2023).

Raden Hamzah Diponegoro menceritakan bahwa Prabowo bukan orang pertama yang ingin memindahkan kuburan Pangeran Diponegoro.

Sebelumnya raja Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono ke IX juga punya ide sama.
Akan tetapi niat itu gagal karena alasan amanah dan wakaf Pangeran Diponegoro.

Lanjut, belajar dari pengalaman itu, niat Prabowo bisa dipastikan gagal untuk memindahkan makan Pangeran Diponegoro.

"Saat Pangeran Diponegoro wafat, kerajaan Mataram minta untuk memulangkan Pangeran agar dimakamkan di Imogiri makam trah raja-raja Mataram," jelas Raden Hamzah.

"Yang dulu-dulu saja tidak bisa pindahkan apalagi yang sekarang," sambungnya.

"Beliau sudah wakafkan dirinya sebagai wangsit dan amanah untuk di makamkan disini," sebut generasi kelima Diponegoro itu.

Di area pemakaman terdapat kuburan Pangeran Diponegoro bersampingan dengan istrinya R A Ratu Ratna Ningsih.

Dua makam ini berbeda, karena memakai batu alam dan ukurannya cukup besar.

Di atas kuburan juga ada bunga-bunga yang masih basah. Artinya baru saja ada orang yang ziarah.
Kemudian ada keenam anaknya yang juga dimakamkan tempat tersebut.

Lalu, ada laskar atau pengikut Pangeran Diponegoro yang dikuburkan dalam satu area yang sama.
Kemudian generasi seterusnya dikuburkan di sebelah kanan makan Pangeran Diponegoro.
Untuk jam ziarah sendiri biasa buka dari pukul 09.00 sampai 17.30 Wita.(M Yaumil)

HL TRIBUN TIMUR 16 JULI 2023. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved