Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pajak Progresif

Asal Usul Pajak Progresif Kendaraan, Polri Usulkan Lagi Dihapus, Bakal Bebas Koleksi Mobil

Penghapusan pajak progresif dapat membuat pemilik lebih terdata yang akan berdampak pada maksimalnya penegakan hukum menggunakan ETLE.

Editor: Hasriyani Latif
DOK TRIBUN TIMUR
Kemacetan yang terjadi di Jl Dr Sam Ratulangi, Makassar, beberapa waktu lalu. Polisi usul pajak progresif dihapus, warga bebas koleksi mobil. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah asal usul pajak progresif kendaraan yang kembali diusulkan Polri untuk dihapus.

Seperti diketahui, pajak progresif selama ini jadi momok bagi sebagian masyarakat yang ingin memiliki kendaraan lebih dari satu.

Tak terkecuali bagi yang sudah memiliki koleksi mobil masih juga main kucing-kucingan dengan petugas untuk menghindari pajak.

Tidak maksimalnya penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) jadi salah satu penyebab usulan ini.

Lantas, sejak kapan penerapan pajak progresif di Indonesia?

Pajak progesif merupakan tarif pungutan pajak dengan persentase yang didasarkan pada jumlah atau kuantitas objek pajak dan berdasarkan pula harga atau nilai objek pajak tersebut.

Dalam pengertian tersebut, tarif pajak pada jenis pajak progresif akan semakin besar jika jumlah objek pajak semakin banyak atau saat nilai objek pajak mengalami kenaikan.

Salah satu jenis pajak yang memberlakukan pajak progresif adalah pajak kendaraan bermotor (PKB).

Pajak progresif ini akan diterapkan pada kendaraan bermotor yang memiliki kesamaan nama pemilik dengan alamat tempat tinggal pemilik.

Dengan demikian, besaran biaya pajak kendaraan akan mengalami peningkatkan seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan.

Kendaraan pertama, kedua, dan seterusnya akan dikenakan tarif yang berbeda-beda.

Pajak progresif mulai ramai diwacanakan pada medio 1990-an.

Salah satu alasan penerapan Pajak Progresif khusus untuk wilayah Jakarta keputusan ini untuk mengatur keberadaan kendaraan pribadi.

Baca juga: Temuan Polisi Soal Usulan Pajak Progresif Dihapus, Kakorlantas: Rumah Gubuk Mobil Alphard, Ternyata

Dikutip dari Motor Plus, Zoemrotin K Soesilo, ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YKLI) ketika itu menyoroti mengenai langkah penerapan itu.

Ketika itu, data DPRD, jumlah kendaraan bermotor di ibu kota dan sekitarnya ditaksir 1,8 juta unit.

Sebanyak 80 persen di antaranya milik pribadi dengan laju peningkatannya per tahun mencapai 14 persen.

Ironisnya, hanya 4 persen penambahan jaringan jalan per tahun.

Pada akhirnya, wacana itu urung dilaksanakan.

Sebab, di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak ada keterangan mengenai aturan Pajak Progresif yang menjadi payung hukum.

Dalam pasal 3 ayat (1) huruf a hanya disebutkan tarif pajak ditetapkan paling tinggi 5 persen untuk Pajak Kendaraan Bermotor.

Ilustrasi STNK dan BPKB. Daftar daerah yang sudah menghapus BBNKB II dan pajak progresif.
Ilustrasi STNK dan pajak kendaraan. Polisi kembali usul pajak progresif dihapus. (Kompas.com)

Lama menjadi wacana lebih 10 tahun kemudian sesudah era Orde Baru wacana Pajak Progresif ini baru mendapatkan payung hukum.

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan mengenai Pajak Progresif ini.

Dalam Pasal 6 (1) disebutkan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

Huruf a dinyatakan untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1 persen dan paling tinggi sebesar 2 persen.

Sementara huruf b untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2 persen dan paling tinggi sebesar 10 persen.

Sementara di ayat (5) disebutkan penetapan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor menjadi kewenangan peraturan daerah.

Kemudian untuk wilayah Jakarta, penerapan Pajak Progresif dimulai sejak turunnya Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2010 mengenai Pajak Kendaraan Bermotor.

Baca juga: Polisi Usul Pajak Progresif Dihapus, Apa Itu Pajak Progresif? Di Sulsel Malah Sudah Diterapkan

Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor kepemilikan oleh orang pribadi ditetapkan.

Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama, sebesar 1,50 persen.

Sementara untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua, sebesar 2 persen.

Untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga, sebesar 2,50 persen.

Dan untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat dan seterusnya, sebesar 4 persen.

Kemudian pada 2015 aturan penetapan tarif Pajak Progresif berubah.

Pada pasal 7 ayat (1) disebutkan kepemilkan pertama ditetapkan tarif 2 persen, dan tiap kepemilikan berikutnya baik sebesar 0,5 persen.

Untuk tahun 2023, besaran pajak progresif untuk kendaraan pertama, paling rendah 1 persen dan paling tinggi 2 persen.

Sementara tarif kendaraan kedua dan seterusnya, paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen.

Alasan Polri Usulkan Pajak Progresif Dihapus

Seperti diketahui, usulan pajak progresif dihapus diungkapkan Kakorlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi dalam rapat bersama Komisi III DPR RI yang disiarkan secara virtual pada Rabu (5/7/2023).

Pada rapat itu ia menyebut pengenaan pajak progresif bagi masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu tidak memiliki dampak terhadap pemasukan negara.

Tak hanya itu, penambahan beban pajak ini juga membuat banyak masyarakat tidak jujur terhadap identitas kepemilikan kendaraannya.

Akhirnya polisi sulit untuk melakukan identifikasi apabila terjadi suatu hal.

"Orang yang mau mobil tiga, empat, biar saja. Tidak usah diprogresif karena ya faktanya kemarin terjadi. Ketika kami bicara dengan Bu Nicke (Dirut) Pertamina untuk menghitung subsidi, ada orang yang secara catatan harus dapat, tapi dia punya mobil Alphard," katanya.

"Rumahnya gubuk, mobilnya Alphard. Ternyata ini titipan. Cuma minjam STNK untuk menghindari pajak progresif. Ini kan repot (kalau mobil tersebut terkena ETLE atau sanksi lainnya)," lanjut Firman.

Baca juga: Alasan Bea Cukai Makassar Bakal Panggil Hajah Daeng Kanang, Petugas Sudah Hitung Pajak Emas 180 Gram

Temuan ini sesuai dengan apa yang pernah diungkapkan Direktur Penegakan dan Hukum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan terkait fenomena titip nama atas kepemilikan kendaraan untuk menghindari pajak progresif.

Dalam data registrasi kendaraan bermotor, hampir 30 persen bukan atas nama pemilik aslinya.

Sehingga sering kali ditemui surat tilang salah alamat ketika diterapkan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

Sehingga, kata Firman, penghapusan pajak progresif dapat membuat pemilik lebih terdata yang akan berdampak pada maksimalnya penegakan hukum menggunakan ETLE.

"Kami dengan tim Samsat Nasional sudah berjalan ke gubernur untuk meminta nol-kan biaya balik nama dan pajak progresif," katanya.

Kemudian, wacana pembatasan Pertalite berdasarkan cc dan NIK pemilik kendaraan bisa tersalurkan dengan tepat.

"Mobilnya menggunakan bahan bakar yang harus disubsidi oleh pemerintah ternyata. Ini ketidaktertiban ini dengan identifikasi tadi. Ke depan yang tidak bayar pajak, yang nomornya tidak jelas, tidak bisa nozzle-nya mengucurkan bahan bakarnya atau tidak bisa parkir barangkali," tambahnya.

(Tribun-Timur.com/Hasriyani Latif)

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved