Opini
Catatan Akademisi: Belajar dari Protes Gus Menteri
Protes ini juga menunjukkan sebuah nyali dari seorang pemimpin yang biasanya tidak lazim dilakukan ke pihak Arab Saudi sebagai tuan rumah.
Bahkan saat mengunjungi tenda jamaah, Gus Men menyaksikan sendiri jamaah berada dalam keadaan lapar karena belum makan malam.
Tentu yang sudah melaksanakan haji bisa merasakan sendiri dalam keadaan lelah dan situasi hidup di bawah tenda, sangat dibutuhkan asupan makan yang cukup untuk mempertahankan kebugaran untuk melaksanakan prosesi haji selanjutnya.
Itulah, protes Gus Men bukan hanya mewakili perasaan jamaah tetapi mengetuk rasa kemanusiaan yang menjadi salah satu pesan moral dari ibadah haji.
Kedua, Gus Men memprotes penyediaan air yang bukan hanya tidak lancar tetapi aliran air terkadang berhenti selama di tenda. Selain makanan, tentu kebutuhan pasokan air bersih menjadi niscaya.
Air dibutuhkan jamaah untuk menjaga kebersihan raga jamaah agar bisa beribadah dengan nyaman. Bahkan bisa dibayangkan betapa merananya jamaah bila pasokan air berhenti sementara mereka butuh untuk masuk ke kamar mandi atau ke WC setiap saat.
Ketiga, Gus Men memprotes pelayanan transportasi jamaah yang terlambat terangkut dari Musdalifah ke Mina.
Dalam konteks prosesi haji saat di Arafah, Musdallifah, dan Mina, Kelancaran transportasi mempengaruhi kelancaran ibadah. Gus Men dan kita semua paham bahwa ketersediaan transportasi menjadi kunci kelancaran prosesi di Armuzna.
Salah satu pangkal masalah terlambatnya makanan bagi jamaah adalah tidak terangkutnya para jamaah dari Musdalifah ke Mina secara teratur, dan akibatnya banyak dari mereka yang tidak kebagian makanan.
Protes Gus Men pada aspek transportasi ini sangat terkait dengan kondisi banyak jamaah haji Indonesia yang sudah berusia lanjut, pelayanan transportasi secara terukur memang sejatinya menjadi prioritas, bukan justru mereka terabaikan.
Saya membaca bahwa protes Gus Men terhadap Mashariq di atas adalah hal yang bisa ditangani langsung dan berdampak pada langkah penyelesaian yang relatif lebih cepat.
Namun sebenarnya, Gus Men melancarkan protes tentang tradisi yang harus dibangun untuk menghadirkan pelayanan prima terhadap jamaah. Di sinilah esensi protes sesungguhnya dari Gus Men.
Pertama, penawaran kompensasi yang ditawarkan oleh mashariq, bukanlah penyelesaian masalah. Itulah dengan keras Gus Men menolaknya.
Kompensasi hanya meminimalisir rasa ketidaknyamanan tetapi tidak bisa dipakai untuk membangun sistem yang andal. Gus Men melempar sinyal tentang perlunya meninjau model pelayanan yang ada dari Mashariq terhadap ratusan ribu jamaah Indonesia saat berada di tenda Armuzna.
Kedua, penolakan Gus Men saat ditawari makanan dan secara tegas menyatakan bahwa dirinya juga tidak mau makan kalau masih ada jemaahnya yang belum makan, memberi pesan kepada penyedia layanan bahwa untuk mengatasi masalah penyediaan layanan tidak bisa serta merta dengan menggembirakan pemimpinnya.
Ia juga ingin menunjukkan kepada mereka bahwa bahwa jamaah haji Indonesia itu adalah satu, satu hati dan satu rasa. Pelayanan adalah harga diri bagi kita, marwah dan kehormatan yang tidak bisa dibayar dengan kompensasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.