Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

UNM

Prodi Sosiologi UNM Hadirkan Guru Besar Malaysia di Kuliah Umum Bertema Globalisasi Universitas

Guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia,  Prof. Dr. Jalaluddin Abdul Malek narasumber utama kuliah umum Prodi Sosiologi UNM, (23/6/2023).

Editor: Alfian
ist
Guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia,  Prof. Dr. Jalaluddin Abdul Malek saat memaparkan materinya di kuliah umum Prodi Sosiologi UNM, (23/6/2023). 

Lalu, bagaimana hubungan globalisasi dengan dunia pendidikan?

Menurutnya, selepas era 90-an praktik pendidikan di negara dunia ketiga, terkhusus Indonesia, mengalami pembaratan ilmu pengetahuan yang berorientasi pragmatis, sekuler, dan bebas nilai.

Sistem ilmu pengetahuan selama ini mengalami disrupsi akibat sekulerisasi. Sains yang menjadi dasar pengetahuan manusia hanya mengikuti sistem berpikir barat berorientasi empiris.

Sementara metodeloginya menempatkan positivisme sebagai satu-satunya cara meraih ilmu pengetahuan.

Output dari itu adalah dikotomi realitas yang terbelah: barat vs. timur, modern vs. tradisional, maju vs. terbelakang, dll. Sistem berpikir oposisi biner inilah yang merasuki sistem pendidikan selama ini.  

Dalam hal ini terkait dengan perguruan tinggi, Prof. Jalaluddin mengungkapkan, ide-ide barat telah meninggalkan masalah berantai yang menimpa perguruan tinggi di dunia ketiga, berupa buruknya kualitas pengajaran, instannya proses pembelajaran, dan rendahnya kualitas alumni menjadi masalah serius yang mesti dipecahkan.

Itu dikatakannya karena selama ini rumusan visi dan misi tujuan pendidikan tidak melihat kebutuhan apa yang layak bagi bangsa kita.

“Ini seperti Anda diberikan air, mau sedikit atau tidak sama sekali menerimanya, tergantung Anda yang mau mengambilnya,” ungkapnya.

Prof. Jalaluddin Abdul Malek saat memaparkan materinya.

Apa lacur, itu karena ide kemajuan yang melekat dalam paham modernisme dan globalisasi diterima mentah-mentah di dalam sistem ilmu pengetahuan kita.

Akhirnya berdampak serius kepada model pendidikan. Pendidikan menjadi pragmatis dan berproses menuju gaya pendidikan liberal.

Dampak pendidikan liberal selanjutnya akan menghilangkan sumber-sumber pengetahuan yang berasal dari nilai-nilai setempat, seperti misalnya kearifan lokal.

“Pendidikan kolonial bertujuan mengekalkan hirarki pengaruh universitas-universitas terkemuka barat seperti misalnya Oxford, Harvard, atau Ivy League. Melalui gangster-gangster bekedok jurnal internasional. Orang-orang ketika berbahasa Inggris sudah dianggap pandai,” beber Prof. Malek.

Selama ini tidak ada upaya kritis untuk membaca apa maksud di balik gagasan-gagasan kemajuan yang dibawa oleh barat.

Padahal, menurut Prof. Malek era 1950-an, seiring dengan proses dekolonialisasi para  sarjanawan dan intelektual Dunia Ketiga telah mempersoalkan dengan nada kritis pengaruh dan dominasi ilmiah bangsa Eropa atas bangsa Timur.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved