Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sidang Kasus PDAM Makassar

Danny Pomanto Ungkap PDAM Makassar Era Haris Yasin Limpo Hasilkan Deviden ke PAD

Wali Kota Makassar Danny Pomanto dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait Surat Keputusan penggunaan Laba PDAM Makassar.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Ari Maryadi
Muslimin Emba/Tribun Timur
Wali Kota Makassar Danny Pomanto bersaksi di sidang tindak pidana korupsi PDAM Makassar tahun anggaran 2027-2019 di pengadilan Tipikor, Jl RA Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, Kamis (22/6/2023) siang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto alias Danny Pomanto dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait Surat Keputusan penggunaan Laba PDAM Makassar.

Hal itu dipertanyakan JPU dalam sidang Tindak Pidana Korupsi PDAM Makassar tahun 2017-2019 yang menyeret terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi.

Sidang dipimpin Hakim ketua Hendri Tobing itu berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar, Jl Ahmad Yani, Kecamatan Ujung Pandang, Kamis (22/6/2023) siang.

Salah satu yang ditanyakan ke Danny Pomanto tetang Surat Keputusan (SK) terkait Pembagian Laba PDAM Makassar.

"Pada saat itu saya tekankan semua BUMN harus topang PAD. Apa gunanya kalau tidak ada deviden untuk tolong PAD," jawab Danny.

"Dan saya harus fair, kasih tahu kalau nanti di zamannya HYL (Haris Yasin Limpo) baru ada deviden ke PAD. Sebelumnya tidak pernah, sebelumnya hanya kontribusi saja," sambungnya.

JPU lantas bertanya lagi soal pengetahuan Danny saldo kerugian yang harus ditanggung PDAM.

"Tahu saldo rugi yang harus ditanggung PDAM?" tanya JPU.

"Tidak. Saya kasih tahu, Kenapa tidak diterapkan permedagri nomor 2 Tahun 2007, kan ada dasarnya tapi saat itu Umar seperti menolak," ujarnya.

Umar adalah mantan Kabag Umum Pemkot Makassar yang juga bersaksi sebelumnya dalam persidangan itu.

Begitu juga soal penetapan penggunaan laba. JPU menanyakan hal tersebut ke Danny.

"Dari lima persen laba bersih, 5 persen untuk direksi atau sekitar Rp3,2 miliar," jawab Danny.

Saat ditanya apakah hanya dibagi empat. Danny menjawab dengan tegas bukan dirinya yang membagi 

"Bukan kami yang bagi," sebutnya.

Cek Rp 600 juta

Keterangan lain yang diungkap Danny terkait adanya cek senilai ratusan juta rupiah yang diberikan kepada dirinya oleh pihak Asuransi.

Namun Danny menyebut, dana itu merupakan sisa asuransi di zaman kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin saat menjabat Wali Kota Makassar.

"Jadi itu dulu jamannya pak Ilham, bikin asuransi. Asuransi itu 5 tahun sedangkan pak ilham sisa 3 tahun. Waktu pak ilham selesai, dia dapat manfaatnya, besar sekali," kata Danny ditemui seusai sidang.

"Ada sisa 2 tahun, saya tidak ngerti. Kan bukan saya yang bikin, bukan saya yang bayar premi. Tiba-tiba selesai. Itu kan harus dapat karena itu negara," sambungnya.

Saat baru menjabat Wali Kota Makassar, Danny mengaku tiba-tiba dibawakan cek tersebut.

"Ini kan uang dikasih-kasih. Datanglah bawakan pak bagi dong. Kenapa ini, ada apa. Oh ini pak kebetulan bapak yang jadi wali kota," ungkap Danny.

"Kalau orang lain yang jadi wali kota, dia yang terima. Dan itupun full chek, sisa dari itu, jadi saya cuma dapat sisa. Kalau sebelumnya, baginya besar-basar dan itu ada cek Bumiputera. Artinya kan resmi," bebernya.

Adapun nominal yang tertera dalam cek itu, kata dia, sebanyak Rp 600 juta .

"(Rp) 600 (juta). Pembagian sebelumnya lebih besar. Yang jelas saya cuma dapat sisa," tuturnya.

Bantah Pertemuan di Amirullah

Danny Pomanto, membantah kesaksian Umar dalam persidangan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Makassar.

Umar adalah mantan Kabag Hukum Pemkot Makassar (2017-2018) yang turut bersaksi dalam sidang terdakwa mantan Direktur PDAM Makassar Haris Yasin Limpo dan mantan direktur keuangan Irawan Abadi.

Bantahan itu terkait pernyataan Umar yang disebut mengaku melakukan pertemuan di kediaman pribadinya Jl Amirullah, Makassar, 2017.

Pertemuan itu diduga membahas terkait jasa produksi dan juga laba dengan dewan pengawas serta Danny Pomanto.

Namun kata Danny, pertemuan itu tidak berlangsung di kediaman pribadinya.

Melainkan di salah satu gedung di kantor Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani.

"Pertemuan di Amirullah, 2017 saya tidak tinggal di Amrullah, boleh di cek. Saya 2018 baru ke Amirullah berarti itu kan bohong," kata Danny ditemui seusai sidang di Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Kamis (22/6/2023) siang.

"Saya cek di mana, itu waktu saya koreksi itu di gedung Sipakatau, berarti ada kebohongan disitu," sambungnya.

Bahkan, Danny mengaku telah mengecek ke orang yang hadir dalam pertemuan itu.

"Pertemuan yang dibilang sama Pak Umar ada pertemuan di Amirullah, saya cek sama orang di (Bagian) Hukum yang hadir disitu, itu kejadian di Ruang Sipakatau," jelasnya lagi.

Ia pun khawatir, keterangan yang berbeda tersebut dijadikan sebagai bahan politisisasi.

"Berarti ada pembohongan distu, itukan perlu klarifikasi, kalau tidak nanti orang kembangkan hoax-hoax semua, yang orang-orang selalu mempolitisir ini masalah," sebutnya.

Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto bersaksi di sidang tindak pidana korupsi PDAM Makassar tahun anggaran 2027-2019.

Sidang berlangsung di pengadilan Tipikor, Jl RA Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, Kamis (22/6/2023) siang.

Danny Pomanto hadir mengenakan batik corak hijau-kuning.

Pantauan di lokasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tampak mencecar Danny ihwal pertemuan dewan pengawas PDAM Makassar yang disebut di kediaman pribadinya, Jl Amirullah.

Tidak hanya itu, JPU juga mengulik terkait Surat Keputusan (SK) yang dicabut Danny.

Kasus korupsi PDAM Makassar itu menyeret mantan direktur Haris Yasin Limpo dan mantan direktur keuangan Irawan.

Keduanya menjadi terdakwa dalam kasus rasua yang merugikan negara Rp 20 milliar itu.

Selain Haris Yasin Limpo dan Irawan, Kejati Sulsel juga menetapkan tiga orang lainnya.

Ketiganya adalah Plt Dirut PDAM 2019 inisial HH alias Hamzah Ahmad, Direktur Keuangan 2020 inisial AA alias Asdar Ali yang kini Direktur Teknik Perumda dan Plt Direktur Keuangan 2019 Tiro Paranoan.

Adapun surat dakwaan JPU terhadap terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan yaitu para terdakwa didakwa melanggar primair pasal 2 (1) jounto pasal 18 UU Tipikor jounto Psl 55 (1) ke-1 KUHP jounto pasal 64 (1) KUHP.

Subsider perbuatan terdakwa melanggar pasal 3 jounto pasal 18 UU Ripikor jounto pasal 55 (1) ke-1 KUHP jounto Pasal 64 (1) KUHP.

Para terdakwa disebut telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus atau jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan walikota dan wakil walikota.

Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20.318.611.975,60.

Angka kerugian negara itu sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara 

Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana PDAM Kota Makassar.

Untuk Pembayaran Tantiem, Bonus atau Jasa Produksi Tahun Buku 2017 sampai dengan 2019 Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Walikota Dan Wakil Walikota, Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 
Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Perbuatan yang dilakukan Para Terdakwa secara berturut-turut dan tidak dapat ditentukan lagi sebanyak berapa kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali dan perbuatan para terdakwa dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling).(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved