Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Menimbang Konsep ‘Marketplace’ untuk Guru

Persoalan akses layanan pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan menjadi masalah pendidikan dalam satu dekade terakhir ini.

DOK PRIBADI
Bakry Liwang - Wakasek Kurikulum SMA Islam Athirah Bukit Baruga 

Oleh: Bakry Liwang
Wakasek Kurikulum SMA Islam Athirah Bukit Baruga

TRIBUN-TIMUR.COM - Persoalan akses layanan pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan menjadi masalah pendidikan dalam satu dekade terakhir ini.

Pemerataan pendidikan tentu terkait langsung dengan ketersediaan guru baik dari jumlah maupun kualitas.

Guru memegang peran kunci dalam menentukan kualitas proses pembelajaran di kelas, dengan proses pembelajaran yang baik dikelas maka akan menghasilkan mutu lulusan yang baik.

Sehingga tentu menjadi tanggungjawab pemerintah dalam menyiapkan kebutuhan guru baik dari segi jumlah dan kualitas.

Ketersediaan guru menjadi penting dalam proses pendidikan disetiap jenjang, hal ini menjadi persoalan ketika proses supply dan demand tidak seimbang.

Kondisi tersebut terjadi jika jumlah guru yang memasuki usia pensiun atau berhenti tidak sama dengan jumlah calon guru yang siap mengabdi di sekolah.

Berdasarkan data dari Kemendibudristek diketahui bahwa jumah guru pensiun ditahun 2023 skitar 75.195 orang jumlah ini tentu akan terus bertambah sehingga total kekurangan guru 1.242.997.

Data ini diprediksi meningkat di Tahun 2024 menjadi 1.312.759 kebutuhan guru.

Berbagai program dan kebijakan pemerintah yang telah berjalan untuk menjawab kebutuhan guru diantaranya, rekrutmen guru PPPK (non ASN), program PPG prajabatan dan PPG dalam jabatan.

Program tersebut dilakukan untuk mempersiapkan dan atau memastikan guru memiliki kompetensi yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai pendidik di sekolah.

Persoalan berikutnya tentu bagaimana pola perekrutan dan penempatan guru secara efektif.

Untuk menjawab hal tersebut Mendikbudristek pada kesempatan rapat kerja dengan DPR RI di akhir bulan mei telah memperkenalkan konsep Marketplace untuk guru sebagai solusi terhadap pola rekrutmen dan distribusi guru.

Marketplace Guru

Mendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan 3 pilar solusi dalam menyelesaikan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan guru di sekolah, diantaranya konsep Marketplace guru, pola rekrutmen dari pusat ke sekolah, insentif khusus untuk daerah terpencil atau sekolah sepi peminat.

Lebih jauh tentang Marketplace guru adalah sebuah platform yang merupakan wadah bagi semua guru yang telah bersyarat dan boleh mengajar, baik melalui program PPPK yang belum ada penempatan maupun bagi lulusan PPG Prajabatan.

Semua calon guru yang bersyarat tersebut dapat diakses oleh sekolah secara realtime artinya sewaktu-waktu ketika sekolah membutuhkan guru maka dapat merekrut melalui “marketplace” tersebut.

Ini artinya bahwa ada perubahan pola perekrutan guru yang dulu terpusat menjadi parsial ke masing-masing sekolah.

Apakah hal ini menjadi solusi yang menyeluruh terhadap pemenuhan dan distribusi guru, berikut berbagai kondisi yang bisa terjadi dalam menjalankan konsep marketplace yaitu;

Pertama, dengan konsep tersebut maka guru akan disajikan dalam sebuah aplikasi, ibaratnya seperti objek yang dijajakan menunggu “pembeli” atau sekolah yang membutuhkan jasa dan kompetensinya.

Hal ini tentu memberikan kesan yang kurang baik bagi guru yang selama ini dikenal sebagai profesi mulia sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Sehingga dengan mendisplay guru melalui satu aplikasi sama dengan mengibaratkat guru seperti objek/barang yang disajikan dalam satu etalase, akan ada guru yang “cepat laku” dan ada juga guru “tidak laku” dipasaran, tentu ini menimbulkan gradasi nilai harkat dan martabat guru sebagai profesi yang terhormat.

Kedua, Kewenangan rekrutmen guru di tingkatan sekolah memang memberikan dampak yang baik khususnya memberi solusi dengan cepat ketika ada kebutuhan guru bersifat mendesak karena pindah domisil/ikut keluarga, sakit/meninggal dunia dan atau memilih mundur.

Namun tentu dengan konsep rekrutmen berbasis sekolah memposisikan guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi dan lulus PPPK namun belum ada penempatan akan bersaing sama dengan lulusan PPG prajabatan melalui “marketplace”. Sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian dimana dan kapan ada sekolah yang “membeli” atau mengajukan untuk penempatan.

Ketiga, Semua guru yang tergabung dalam “marketplace” tersebut adalah guru yang berpeluang untuk dipilih oleh sekolah.

Pola rekrutmen yang berpusat pada sekolah tentu akan menimbulkan beragam standar atau rekrutmen tidak lagi didasarkaan pada analisis kebutuhan tetapi berdasar pada kedekatan dengan pimpinan sekolah dan memungkinkan terjadi praktik nepotisme.

Sehingga perlu ada acuan yang sama dan terukur yang digunakan oleh kepala sekolah dalam memilih guru dalam “marketplace” tersebut.

Oleh karena itu untuk saat ini, konsep marketplace guru tidak menjawab secara menyeluruh persoalan kebutuhan guru justru bisa menimbulkan persoalan baru yang lebih besar. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved