Pemilu 2024
Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka, Gerindra Percaya Diri Jadi Pemenang di Sulsel
Ketua DPD Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras menyambut baik putusan MK tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Kader Gerindra Sulsel menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif.
Dengan ini, pemilu legislatif yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
Ketua DPD Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras menyambut baik putusan MK tersebut.
Bagi Iwan, sistem pemilu proporsional terbuka memberi ruang yang sama bagi setiap caleg untuk bersaing ke parlemen.
"Tentu sebagai Ketua Gerindra Sulsel saya sangat senang dengan putusan itu, pernyataan saya dari awal menilai lucu kalau MK memutuskan proporsional tutup, karena MK dulu yang menetapkan proporsional terbuka masak sekarang dia yang menetapkan tertutup lagi, kan lucu," kata Andi Iwan Aras kepada wartawan Kamis (15/6/2023).
"Dengan sistem proporsional terbuka kita tentu menyambut baik, sistem terbuka memberi peluang yang sama kepada seluruh pihak untuk bersaing secara sportif tidak hanya berdasarkan nomor urut," sambung Andi Iwan Aras.
Politisi berlatar pengusaha Kadin itu optimis membawa Partai Gerindra tampil sebagai partai pemenang Pemilu di Sulsel dengan sistem proporsional terbuka.
Menurutnya, Gerindra Sulsel memiliki caleg yang siap bekerja di seluruh tingkatan dan seluruh nomor urut.
Dengan kerja tim, ia yakin Gerindra Sulsel tampil sebagai pemenang di Sulsel.
"Stragetgi kami itu menyusun daftar caleg DPRD provinsi dan caleg DPR RI, semua orang mempuni dan kompeten, dengan sistem terbuka maka seluruh caleg akan bekera maksimal, beda kalau terbuka hanya caleg nomor urut 1 sampai 3 saja yang bekerja," kata Andi Iwan.
Ia menargetkan Gerindra mendudukan 6 kader ke DPR RI dari tiga dapil, dan 17 kader ke DPRD Sulsel.
Pada Pemilu 2019 lalu, Gerindra hanya meraih 3 kursi DPR RI di Sulsel. Gerindra kalah bersaing dengan Golkar dan Nasdem yang meraih 4 kursi DPR RI
Sementara untuk DPRD Sulsel, Gerindra meraih 11 kursi dari 11 dapil. Gerindra kalah bersaing dengan Golkar 13 kursi, dan Nasdem 12 kursi.
"Seluruh caleg Gerindra akan bekerja masimal di seluruh dapil, taget kita 17 kursi DPRD Sulsel, dan 6 kursi DPR RI," kata Andi Iwan.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif sebagaimana dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Dengan ini, pemilu legislatif yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.
Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan.
Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.
Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu pun merasa dirugikan dengan sistem pemilu proporsional terbuka.
Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif.
“Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.
“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut pemohon.
Sorotan terhadap perkara ini mulai mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 mengomentari adanya gugatan ini, yang belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup.
Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.
Setelahnya, ramai-ramai partai politik dan kadernya mengajukan diri sebagai pihak terkait.
Sedikitnya 17 pihak, mulai dari LSM, politikus, partai politik, dan perorangan, terdaftar sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
Polemik timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru.
Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Gugatan Ganti Sistem Pemilu, Tetap Proporsional Terbuka "
Ingat Yusran Tajuddin Ketua KPU Bone Terseret Kasus Markup Suara Caleg Sulsel? Segera Disidang DKPP |
![]() |
---|
Daftar 9 Caleg Terpilih Mundur Jadi Anggota DPRD Sulsel Demi Maju Pilkada, Siapa Calon Penggantinya? |
![]() |
---|
Ketua Bawaslu Mardiana Rusli: Tidak Ada Larangan Penyelenggara Pemilu Bicara ke Media |
![]() |
---|
Sosok Legislator PKS Nur Huda Waskitha Naik Motor Butut saat Pelantikan tapi Ternyata Jutawan |
![]() |
---|
8 Caleg Terpilih DPRD Sinjai Terancam Tak Dilantik, Dominasi Jagoan Nasdem-Golkar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.