Masa Depan Gadis Cantik Hancur Gegara Ipda MKS, Rahim Harus Diangkat, Buya Yahya Jelaskan Berzina
Setelah menjalani proses pemeriksaan, Ipda MKS saat ini telah ditahan oleh pihak kepolisian.
TRIBUN-TIMUR.COM - Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan Ipda MKS sebagai tersangka dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur.
Setelah menjalani proses pemeriksaan, Ipda MKS saat ini telah ditahan oleh pihak kepolisian.
Kapolda Sulteng, Irjen Pol Agus Nugroho, mengungkapkan bahwa penahanan terhadap Ipda MKS dilakukan sejak Sabtu (3/6/2023).
"Oknum anggota Polri (Ipda MKS) telah kita mintai keterangan sebagai tersangka. Kami menahannya semalam di Polda bersama tahanan lainnya," ungkapnya seperti yang dilaporkan oleh TribunPalu.com pada Minggu (4/6/2023).
Kasus persetubuhan terhadap seorang gadis berusia 15 tahun melibatkan 11 orang pelaku dan terjadi antara bulan April 2022 hingga Januari 2023 di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng.
Baca juga: Tata Cara Mandi Besar Setelah Haid Bagi Wanita Dalam Islam, 2 Hal Harus Dilakukan Menurut Buya Yahya
Baca juga: Hukum Poliandri Dalam Islam Menurut Buya Yahya, Heboh Siti Wanita Bersuami 2 dan Hidup Serumah
Akibat dari perbuatan persetubuhan tersebut, korban harus menjalani proses pengangkatan rahim yang direncanakan akan dilakukan pada pekan depan.
Pertemuan antara Ipda MKS dengan korban berawal ketika korban meminta oknum polisi tersebut mencari ponselnya yang hilang.
Keduanya saling bertukar nomor, kemudian berlanjut Ipda MKS menyetubuhi korban.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ipda MKS melakukan persetubuhan dalam kondisi mabuk.
Sebelumnya, Irjen Pol Agus Nugroho mengatakan kasus persetubuhan tidak dilakukan para pelaku secara bersamaan.
Kasus yang dialami korban berinisial RI (15) dinyatakan bukan kasus rudapaksa, tapi kasus persetubuhan anak di bawah umur.
Dalam kasus ini diduga ada transaksi antara para pelaku dengan korban berupa hadiah atau uang.
"Saya berharap mulai hari ini kita tidak lagi memberitakan dengan menggunakan istilah pemerkosaan ataupun rudapaksa," tegasnya, Rabu (31/5/2023).
Menurutnya unsur pemaksaan, kekerasan hingga ancaman tidak ditemukan sehingga kasus ini tidak dapat dikategorikan kasus rudapaksa.
"Kasus itu terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023 dan dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda," sambungnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.