SPN Batua
Yatim Sejak Umur 8 Tahun, Hikmawansa Buruh Gudang Tani Asal Takalar Kini Jadi Siswa di SPN Batua
Alhamdulillah, berkat doa ibu saya, saya bisa seperti sekarang ini," ucap N Hikmawansa dengan nada lirih.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
Sepeninggal sang ayah, Wawan tumbuh menjadi remaja harus membantu sang ibu yang saat itu menyambung hidup dengan berjualan kue-kue tradisional.
Hal itu demi dilakukan demi menopang kebutuhan keluarga.
Terlebih disaat yang sama, kedua kakak Wawan, Nur Umriani dan Nur Hikmah Nawir sedang kuliah.
"Jadi saat itu, setelah bapak saya meninggal, ibu saya jualan kue untuk kebutuhan keluarga, saya juga ikut bantu-bantu jualan," ucapnya.
Hari-hari penuh perjuangan itu, dijalani Wawan dan ibunya hingga tamat sekolah menengah pertama (SMP).
Saat menginjak bangku sekolah menengah atas (SMA), dua kakak Wawan yang sudah bergelar sarjana diterima menjadi guru honorer.
Kebetuhan keluarga pun banyak dibantu oleh pendapatan dari sang kakak.
Duduk di bangku kelas dua SMA, Wawan yang bercita-cita sejak kecil menjadi polisi, pun mulai menabung.
Sepulang sekolah, Wawan nyambi jadi buruh angkut bibit jagung di salah satu gudang yang juga masih milik kerabatnya.
Setiap kali menjadi buruh angkut, ia mendapatkan upah Rp 50 ribu.
"Sampai sekarang masih ada itu celenganku, dari toples wafer. Pulang angkat jagung biasa dapat Rp 50 ribu," ujar Wawan.
Hasil tabungan dari celengan toples wafer itu, pun dibuka Wawan saat mendaftar sebagai calon Anggota Polri.
Hasil tabungannya itu digunakan demi biaya operasional saat mengurus berkas pendaftaran.
Begitu juga untuk biaya transportasi dari rumahnya ke kantor Polres Takalar hingga Polda Sulsel.
"Alhamdulillah pas saya buka waktu mau mendaftar ada Rp 2 juta lebih isinya, itulah yang saya pakai untuk urus-urus berkas," ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.