Headline Tribun Timur
Golkar Tetap Minta Proporsional Terbuka
Partai Golkar tetap pada sikapnya yakni pemilu dilaksanakan dengan sistem yang sebelumnya sudah dilakukan yakni proporsional terbuka..
TRIBUN-TIMUR.COM -WAKIL Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia merespon rumor bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu mendatang menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, partai Golkar tetap pada sikapnya yakni pemilu dilaksanakan dengan sistem yang sebelumnya sudah dilakukan yakni proporsional terbuka.
"Kalau Golkar posisinya sudah jelas kami meminta kepada sembilan hakim konstitusi bersama dengan delapan partai politik yang lain itu dari beberapa bulan lalu sudah menegaskan sikap kami bahwa sebaiknya Pemilu 2024 ini tetap menggunakan pemilu yang ada," kata Doli ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat.
Doli melanjutkan karena kita sudah memulai tahapan itu pada tanggal 14 Juni. Dan tahapan itu sekarang semakin maju.
Semua orang atau partai telah mendaftarkan Bakal Calon Anggota Legislatif di semua tingkatan.
"Oleh karena itu kita berharap sembilan hakim konstitusi itu tetap konsisten terhadap putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Yang menegaskan sistem yang digunakan adalah sistem proposional terbuka," kata Doli.
Ia mengungkapkan kalaupun nanti ada perubahan sebaiknya dilakukan sebelum tahapan pemilu dilaksanakan atau sesudah pemilu selesai. "Jadi menurut saya kalau nanti ditetapkan berbeda dengan yang sekarang ini akan menguras energi lagi," tegasnya.
Artinya kata Doli partai-partai yang sudah mengusulkan Bacaleg ini jadi terbuang.
"Oleh karena itu kami percaya bahwa hakim konstitusi itu akan melihat realitas tahapan pemilu yang sudah dilakukan," tutupnya.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan berharap, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memutuskan gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan mekanisme proporsional terbuka. Kurnia lantas membeberkan kekhawatiran, jika nantinya MK memutuskan sebaliknya, atau mengabulkan gugatan yakni memberlakukan sistem pemilu dengan proporsional tertutup.
Menurut dia, jika sistem pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup maka membuka potensi terjadinya praktik korupsi di politik.
"Tentu ICW berhadap putusan MK nanti tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Karena kami beranggapan, konsep proporsional tertutup justru akan berpotensi membuka praktik korupsi di internal parpol," kata Kurnia.
Adapun bentuk praktik atau tindakan korupsi yang rentan terjadi di internal partai politik dengan sistem tersebut yakni, perihal perolehan nomor urut calon legislatif (caleg).
Menurut dia, dengan sistem tersebut, besar potensi para caleg untuk membeli nomor urut agar bisa ditempatkan di urutan yang diinginkan.
Hal itu didasari karena dalam mekanisme proporsional tertutup maka partai sendiri yang akan menentukan siapa calegnya untuk lolos menjadi anggota dewan.
Baca juga: Pemilu 2024 Coblos Partai
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.