Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Harta Kekayaan

Harta Kekayaan Rp32 Miliar, Fadli Zon Fraksi Gerindra Koleksi Motor Smash dan Karisma, Mobil Openkap

Soal harta kekayaan, Fadli Zon dari daerah pemilihan Jawa Barat V tersebut juga mengalami peningkatan.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
Fadli Zon anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra yang dikenal aktif bersuara di parlemen. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Harta kekayaan Fadli Zon anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra yang dikenal aktif bersuara di parlemen.

Soal harta kekayaan, Fadli Zon dari daerah pemilihan Jawa Barat V tersebut juga mengalami peningkatan.

Berdasarkan LHKPN, harta Fadli Zon saat awal menjabat di DPR RI pada 2014 sebesar Rp.30.361.004.823.

Tahun 2018, naik menjadi Rp.30.361.004.823, dan tahun 2020 hartnya bertambah lagi.

Fadli Zon tercatat baru tiga kali melaporkan harta kekayaanya ke LHKPN.

Baca juga: Bukan Harta Kekayaan, Dedi Mulyadi Punya Sumber Uang Lain, Kini Rekrut Honorer Pengkritik Kang Emil

Baca juga: Harta Kekayaan Alex Noerdin Anggota DPR yang Dipenjara Gegara Korupsi Uang Masjid, Mobil Kijang 94

Sebelumnya, Fadli Zon, menilai Mahkamah Konstitusi atau MK tak berwenang untuk merombak maupun merancang sistem pemilu yang baru.

"Sistem pemilu adalah ranahnya pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan Presiden," kata Fadli dalam pesan yang diterima, Kamis (2/3/2023).

 Fadli memahami bahwa MK memang pernah beberapa kali merilis putusan yang berimplikasi “mengubah” sistem pemilu tetapi putusan tersebut selalu dikembalikan kepada pembuat undang-undang.

"Setiap perubahan sistem pemilu memang harus diundangkan terlebih dahulu," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menyebut meskipun level putusan MK setara dengan undang-undang namun putusan tersebut tidak bisa jadi acuan peraturan turunan.

Itu sebabnya, dikatakan Fadli, dalam setiap gugatan mengenai presidential threshold misalnya, MK selalu menyerahkan perubahan tersebut kepada proses legislasi (open legal policy), yang merupakan wewenang dari pembentuk undang-undang.

"Kita ingat ketika MK mengabulkan permohonan tentang pelaksanaan pemilu serentak pada tahun 2013 silam, pelaksanaan dari putusan tersebut baru diinstitusikan dan kemudian dilaksanakan pada pemilu tahun 2019 kemarin. Jadi, perubahan sistem pemilu tak bisa hanya mengacu kepada Putusan MK saja," kata Fadli.

Karena itulah, dia menegaskan bahwa di atas kertas bukanlah menjadi kewenangan MK untuk mengatur bentuk sistem pemilu legislatif, apalagi menentukan baik tidaknya sebuah sistem pemilu.

 "Evaluasi serta pilihan atas sistem pemilu legislatif sepenuhnya merupakan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif, sejauh sistem yang diputuskan itu berada dalam koridor UUD 1945," tandasnya.

Seperti diketahui, Sidang Pleno Uji Materiil UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pemilu masih bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved