Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kronologi Warga Makassar Gugat Travel karena Batal Berangkat Haji Plus Bareng Suami

Seorang ibu rumah tangga di Makassar, Sulawesi Selatan, menggugat perusahaan travel setelah batal menunaikan ibadah haji bersama sang suami.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM / EMBA
Ratna Amir dan pengacaranya Baso Faisal yang menggugat jasa travel karena batal berangkat haji saat ditemui ditemui di salah satu kafe, Jl Bontolempangan, Makassar, Kamis (2/3/2023) siang 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Seorang ibu rumah tangga di Makassar, Sulawesi Selatan, menggugat perusahaan travel setelah batal menunaikan ibadah haji bersama sang suami.

Ialah Ratna Amir (54) warga Perumahan Hartaco Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar.

Ia menggugat Travel Muzafir Mumtaz yang bernaung di bawah Konsorsium Travel La Ilaha Illallah.

Ratna menjelaskan awalnya ia punya teman di travel tersebut  sebagai staf bernama ibu Rosalinda.

Ratna bersama sang suami pun terpikat mendaftarkan diri travel itu untuk haji plus, karena ia menganggap ada temannya.

"Saya sempat tanyakan apakah travel ini bagus. Katanya bagus. Saya pikir juga teman kan, jadi ada yang mengawasi dana kami di dalam," kata Ratna saat ditemui disalah satu kafe, Jl Bontolempangan, Makassar, Kamis (2/3/2023) siang.

Ratna lalu menyetor dana tanda jadi sebesar Rp 50 juta, pada 12 Desember 2019.

Kemudian menyetor lagi Rp 50 juta tanggal 23 Desember 2019.

Namun kata Ratna, Rosalinda bilang belum dapat porsi jika belum masuk 50 persen dari total Rp 340 juta.

"Biaya haji plus kan 170 per orang, disuruh lah kami membayar lagi Rp 70 juta untuk 50 persen. Jadi saya setor ke rekening Rosalinda. Formulir tidak ada, karena kan teman jadi saya percaya," ujar Ratna.

Memasuk tahun 2020, Pandemi Covid-19 tengah melanda sejumlah kota di dunia termasuk Makassar.

Atas kondisi itu, Ratna dan sang suami maklum belum dapat diberangkatkan ke tanah suci Mekkah.

Kemudian tahun 2021, Ratna tanyakan kembali nomor porsinya. Namun tidak kunjung mendapat kejelasan.

Padahal Departemen Agama (Depag) waktu itu, kata Ratna sudah memberangkatkan haji.

Disitulah Ratna mulai mengaku curiga dan ragu atas jasa travel yang ditempatinya menyetor dana.

"Saya bilang mau mengundurkan diri. Dia (Roslinda) bilang kalau begitu, kamu bikin surat pengunduran diri," ungkap Ratna.

"Saya buatlah berdasarkan arahan Rosalinda. Saya buat surat 4 Maret 2021," sambungnya.

Setelah memasukkan surat mengundurkan diri sebagai jamaah calon haji (JCH), Ratna lalu meminta dana refund atau pengembalian.

"Saya tanya kapan uang kembali, katanya tunggu dari Depag tidak akan lewat ini tahun (2021). Tapi sampai Januari 2022 tidak ada, jadi saya minta," terang Ratna.

"Akhirnya ada dikembalikan pertama sebesar Rp 50 juta, karena alasannya saya juga membayar bertahap, " sambungnya.

Setelah itu lanjut Ratna, molor lagi sampai 12 September 2022 untuk pengembalian kedua sebesar Rp 50 juta.

Sehingga sudah kembali dananya Rp 100 juta. Sisa Rp 70 juta.

"Kemudian dijanjikan lagi saya sebulan setelah itu baru dikembalikan Rp 70 juta, tapi sampai Oktober tidak ada," ucap Ratna.

"Jadi saya bertanya sesuai janjinya. Lalu katanya dia minta sampai 1 November saya masih kasi keringanan, karena teman," lanjutnya.

Namun sebut Ratna, pada November tidak ada lagi. Dia Minta waktu lagi sampai 19 Desember.

Tiba saatnya 19 Desember, kata dia, molor lagi dan dijanjikan tanggal 21 Desember.

Setelah itu, muncullah keributan antara Ratna dan Rosalinda yang memaksanya memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar.

"Saya datang ke travelnya. Dia bilang kenapa saya yang kamu tagih. Akhirnya memberikan somasi pertama tanggal 10 Januari 2022,"

"Somasi kedua masuk baru ditanggapi bahwa Rp 70 juta bersedia dikembalikan tanggal 28 Februari. Tapi kami belum diberikan sampai sekarang,"

Ratna mengajukan Gugatan Sederhana (GS) ke Pengadilan Negeri Makassar, pada 24 Januari.

Sidang pertama hadir pegawai travel. Padahal aturannya, GS itu kata Ratna tidak boleh dihadiri kalau bukan pemilik travel dan hakim pun menolak.

"Sidang kedua tidak hadir lagi. Nanti sidang ketiga ada yang hadir. Itu cuma pengacara dan ditolak oleh hakim," ucapnya.

"Harus direktur yang hadir. Hari ini sidang keempat agendanya pembuktian berkas yang ada, " jelas Ratna.

Ratna menerangkan, saat sidang keempat orang Travel datang bernama Hidayarni.

Dia datang mengaku sebagai direktur dengan membawa akte pendirian perusahaan.

Tapi di akte itu NIK-nya berbeda. Alasannya dia tidak bawa aslinya. Niknya berubah karena KTP Lama.

"NIK kan tidak pernah berubah, beberapa kali saya bawa somasi itu, Hidayarni yang terima. Saya tanya mana direkturmu, dia bilang di Jakarta," kata Ratna. 

"Nah sekarang dia datang sebagai direktur. Pernah juga ditanya hakim kamu siapa, dia bilang staff. Itu saat sidang pertama," terangnya.

Ratna menilai kejanggalannya itu. Akhirnya tidak diterima. Hidayarni juga bilang sakit jadi sering tidak datang. Hakim pun kata Ratna, Hidayarni harus punya rekam medik kalau tidak datang.

"Saya bilang ada tiga direktur. Kalau sakit satu, bisa digantikan sama yang dua. Ini menurut saya rekayasa supaya tidak hadirkan direktur, " terangnya.

Sementara itu, Pengacara Ratna Amir, Baso Faisal menilai, permasalahan hukumnya di sini, dimana tergugat PT Muzafir Muntaz di bawah nauangan Travel Konsorsium La Ilaha Illallah pernah melakukan wanprestasi.

Dikarenakan telah melakukan perjanjian haji plus dengan kliennya pada 2019. Kemudian dijanji mendapatkan kursi (diberangkatkan) 2021, tapi belum kunjung terealisasi. 

"Disitulah kemudian wanprestasi. Kemudian dari situ klien kami disarankan untuk mengundurkan diri supaya terjadi pengembalian," ucap Baso Faisal.

"Kemudian dijanji uang kembali secara bertahap sampai Rp 170 juta. Tapi sampai sekarang masih ada Rp 70 juta belum dikembalikan," tuturnya.

Pihak travel yang coba dikonfirmasi wartawan ihwal permasalahan itu, belum memberikan keterangan.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved