Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Dana Revolusi Drainase Makassar Sebesar Rp115 Miliar

Wali Kota Makassar Danny Pomanto mencetuskan revolusi drainase di tengah semakin meningginya genangan air di Makassar.

Humas Pemkot Makassar
Wali Kota Makassar Danny Pomanto saat meninjau banjir di Kelurahan Antang, Kecamatan Manggala, Jumat (17/2/2023). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menyiapkan langkah revolusioner mengatasi banjir.

Wali Kota Makassar Danny Pomanto mencetuskan revolusi drainase di tengah semakin meningginya genangan air di Makassar.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Makassar Zuhaelsy Zubir segera menindaklanjuti seruan revolusi drainase wali kota.

Kadis PU menerjemahkan revolusi drainase sebagai pembenahan atau normalisasi drainase secara besar-besaran.

Tidak tanggung-tanggung, Dinas PU Kota Makassar menyiapkan anggaran hingga Rp115 miliar untuk revolusi drainase itu.

Hanya saja, revolusi drainase belum segera berlangsung mulus. Pemkot Makassar masih terkendala kewenangan.

Pengelolaan saluran drainase utama di Kota Makassar di luar wewenang pemkot. Ia merupakan wewenang Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang (BBWSPJ). Sementara drainase yang tersumbat dan menyebabkan Makassar banjir, maka Pemkot Makassar, terutama wali kota jadi sasaran bully.

Pemkot Makassar hanya bisa melakukan pembersihan sampah di saluran utama atau kanal-kanal kota tersebut agar aliran air tidak mengalami sumbatan.

"Banyak pendangkalan karena tidak pernah dikeruk, dilarang sama balai karena teknisnya ada di balai, sesuai dengan kewenangan, kita hanya koordinasi untuk pembersihan sampah," ujar Zuhaelsy Zubir, Senin (20/2/2023),

Di kanal Jongaya dan Pannampu, kata Helsy, sapaan Zuhaelsy, Dinas PU Makassar menugaskan 18 personel untuk melakukan pembersihan.

Danny menegaskan pentingnya segera membenahi drainase dalam kota.

“Perlu ada revisi sistem drainase, barangkali perlu ada penambahan kanal, dan volume drainase yang bisa menampung serangan bencana hidrometeorologi yang tiba-tiba," tegas Danny Pomanto.

Dia juga tak menampik banyaknya bangunan liar tak berizin yang berdiri di pinggir kota, bahkan masuk di wilayah sungai.

Hal tersebut menjadi persoalan, sehingga harus diselesaikan bersama-sama.
Menurutnya, warga yang membangun tempat tinggal di pinggir sungai didominasi oleh pendatang.

"Makassar sebagai pusat kota di Indonesia timur dan ibu kota Sulsel tentunya urbanisasi jadi persoalan besar kita. Kalau di daerahnya mereka dapat rejeki baik mereka tidak akan ke kota, karena disana paceklik datanglah ke kota, disini tidak ada rumahnya, carilah tempat seperti hari ini, coba lihat KTP mereka, (rata-rata) dari luar," jelas Danny Pomanto.

Selain revolusi drainase, Danny Pomanto menyebut, solusi lainnya atasi banjir ialah lewat program 'aparong' atau apartemen lorong.

"Kemarin (tahun lalu) gagal tender, tapi tahun ini tidak gagal tender lagi, aparong solusinya (atasi banjir)," ujar Danny Pomanto.

Agar tidak terus meresahkan warga, Dinas PU bersurat ke BBWSPJ untuk melakukan penanganan di Sungai Kampung Baru, Kelurahan Antang, Manggala.

Untuk kewenangan Dinas PU sendiri, yakni saluran sekunder dan lingkungan diklaim terus dilakukan normalisasi.

Kepala Bidang PSDA dan Drainase Dinas PU, Nurhidayat, mengonfirmasikan, hingga Desember 2022, volume sedimen mencapai 490.420 M2.

"Saluran sekunder kita angkat sedimennya, volume sedimen selama satu tahun 49.420 M2," sebutnya.

Kendati demikian, ia mengaku tidak ada penambahan jalur saluran sekunder baru tahun ini.

Pihaknya hanya menyiapkan perencanaan untuk pembangunan saluran lingkungan dan rehabilitasi.

Anggaran yang disiapkan capai Rp115 miliar.
Terdiri dari pembangunan drainase lingkungan sebesar Rp28,3 miliar, rehabilitasi Rp26 miliar.

Selanjutnya, pemeliharaan drainase Rp28,8 miliar, lebihnya untuk insentif satgas sebanyak 480 orang dan operasional armada.

Solusi Pakar

Pakar Geologi Unhas Prof Dr Ir Adi Maulana menyebut ada tiga solusi dalam penanganan banjir di kota Makassar.

Pertama, Prof Adi Maulana menekankan pemerintah kota dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) memberi ketegasan kepada setiap pengembang.
Para pengembang diminta untuk mempresentasekan proyek saluran air yang terintregrasi hingga hilir.

“Semua pengembang yang membangun perumahan di Makassar itu diwajibkan untuk membuat sistem drainase yang terintegrasi satu sama lain,” ujar Prof Adi Maulana kepada Tribun, Minggu (19/2/2023).

Prof Adi Maulana melihat banyak wilayah pemukiman yang memiliki sistem drainase yang tidak terintegrasi.

“Jadi dia (pengembang) hanya membuat drainase saja tanpa kemudian memikirkan yang sebenarnya apakah terkoneksi dengan saluran yang lainnya dan ujung-ujungnya bisa dibuang ke saluran sekunder dan primer sampai kemudian ke laut,” kata Prof Adi Maulana.

“Harus diwajibkan kepada seluruh pengembang untuk mempresentasikan sistem drainase atau pembuangan air yang ada di pemukiman tersebut,” lanjutnya.

Solusi berikutnya, Prof Adi menyebut setiap rumah hendaknya membangun biopori. Lubang resapan air kecil ini dinilai mampu mengurangi dampak dari banjir.

“Kita juga harus membangun biopori-biopori atau lubang resapan air mini yang kecil di halaman rumah dan sebagainya sehingga itu bisa mengganti fungsi resapan air yang sudah hilang akibat dibangun sebagai pemukiman,” kata Prof Adi Maulana.

Terakhir, Prof Adi menyarankan pemerintah bertindak tegas untuk menolak pembangunan di daerah resapan.

Sehingga kestabilan tata ruang kota dalam menghindari bencana banjir bisa terjaga.

“Kalau misalkan ada pengembang yang masih mau untuk kemudian membangun di lahan-lahan yang notabene harus menjadi daerah resapan air, kita harus sudah bisa bilang tidak boleh,” jelas Prof Adi Maulana.

“Karena kalau misalnya tidak ada aturan-aturan yang kemudian diimplementasikan maka ke depannya pasti akan banjir terus,” sambungnya.

HL Tribun Timur edisi Selasa (21/2/2023). (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved