Polisi Tembak Polisi
Pengacara Alumni Smansa Makassar Ungkap Peluang Ferdy Sambo Lolos Hukuman Mati Walau Sudah Divonis
Muhammad Burhanuddin menyampaikan kemungkinan-kemungkinan nasib Ferdy Sambo pasca vonis hukuman mati berdasarkan pengalamannya sebagai advokat hukum
TRIBUN-TIMUR.COM -- Mantan pengacara Brarada E, Muhammad Burhanuddin, menilai Ferdy Sambo masih memiliki peluang lolos dari hukuman mati walau sudah divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023) kemarin.
Muhammad Burhanuddin menyampaikan kemungkinan-kemungkinan nasib Ferdy Sambo pasca vonis mati berdasarkan pengalamannya.
Ia mencontohkan, di Mahkamah Agung (MA), saat mengajukan banding, bisa saja Ferdy Sambo mendapat hukuman 20 tahun, lebih rendah daripada hukuman pada tingkat pertama.
"Pernah kita tangani kasus pidana mati jadi seumur hidup. Seumur hidup jadi 20 tahun," kata Burhanuddin berbagi pengalaman saat dihubungi wartawan Selasa (13/2/2023).
Burhanuddin melanjutkan, hukuman mati dalam praktik, eksekusinya butuh waktu lama.
Menurutnya, kasus-kasus pidana mati yang sudah inkracht dan peninjauan kembali (PK) berkali-kali masih banyak yang belum dieksekusi terutama gembong narkoba.
Bahkan, kata dia, masih banyak di Nusa Kambangan yang belum dieksekusi meski sudah puluhan tahun menjalani hukuman.
"Kebetulan ji kanda pernah tangani kasus-kasus pidana mati dan pernah riset terkait pidana mati," pungkasnya.
Ia melanjutkan, untuk putusan FS perlu juga dibatasi koridor terkait kemandirian hakim dalam memutus perkara.
“Yang dapat mengoreksi putusan itu adalah putusan di atasnya,” katanya.
Burhanuddin juga menyorot adanya disparisitas putusan terkait pasal 340 KUHP.
Burhanuddin menjelaskan bahwa terhadap pasal hukuman mati ini, pernah dia ajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tapi tidak diterima karena sudah pernah diajukan oleh Todung Mulya Lubis dkk dan ditolak MK.
Muhammad Burhanuddin sendiri merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) angkatan 1987.
Alumnus SMA Negeri 1 Makassar atau Smansa Makassar itu pernah menjadi pengacara Bharada E bersama Deolipa Yumara dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Sebelumnya diberitakan, Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang vonis yang digelar, Senin, 13 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, hari ini.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu hukuman mati," ucapnya melanjutkan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi dan dua ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E serta Ricky Rizal atau Bripka RR.
Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Apa itu Hukuman Mati?
Dikutip dari Kompas.com, Pidana mati bukan bentuk hukuman yang baru di Indonesia.
Pidana mati telah dikenal sejak zaman kerajaan di Indonesia. Hukuman mati adalah hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat untuk seseorang akibat perbuatannya.
Dasar Hukum
Pada mulanya, hukuman mati di Indonesia dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP.
Pasar itu menyatakan bahwa "Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya".
Pasal tersebut kemudian diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964.
Hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Dalam pasal 10 KUHP, hukuman mati tergolong ke dalam salah satu pidana pokok.
Kejahatan yang diancam dengan hukuman mati di dalam KUHP antara lain:
1. Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
2. Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia.
3. Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang.
4. Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
5. Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
6. Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Selain itu, beberapa pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga mengatur pidana mati.
Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati.
Hukuman mati juga berlaku bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Pelaksanaan Hukuman Mati
Berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati berdasarkan UU Nomor 2/PNPS/1964:
1. Tiga kali 24 jam sebelum eksekusi, jaksa memberitahukan terpidana tentang rencana hukuman mati.
2. Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
3. Kepala Polisi Daerah atau Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari seorang bintara, 12 orang tamtama, di bawah pimpinan seorang perwira.
4. Setibanya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain.
5. Terpidana dapat menjalani pidana dengan berdiri, duduk, atau berlutut.
6. Jarak antara titik terpidana berada dengan regu penembak tidak lebih dari 10 meter dan tidak kurang dari lima meter.
7. Komandan regu penembak dengan menggunakan pedang memberikan isyarat dan memerintahkan anggotanya membidik jantung terpidana.
8. Apabila terpidana masih memperlihatkan tanda kehidupan, maka regu penembak melepaskan tembakan terakhir dengan menekankan ujung laras senjata pada kepala terpidana tepat di atas telinga.
Tata cara hukuman mati
Kapan Ferdy Sambo dijatuhi dihukum mati?
Belum diketahui secara pasti kapan eksekusi itu dilakukan.
Dikutip dari Kompas.com, pelaksanaan eksekusi hukuman mati diatur dalam Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Tata pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi.
Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 2/PNPS/1964.
Ketentuan itu berbunyi “Tiga kali dua puluh empat jam sebelum pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.”
Berdasarkan UU tersebut, 3 x 24 jam sebelum eksekusi, jaksa memberitahukan terpidana tentang rencana hukuman mati.
Apabila terpidana hamil, maka hukuman mati dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Sebelum eksekusi, Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 bintara, 12 tamtama, di bawah pimpinan seorang perwira.
Semua regu tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.
Selanjutnya, berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, seperti diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010:
* Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
* Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan.
* Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
* Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan.
* Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan.
* Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, "Lapor, pelaksanaan pidana mati siap."
* Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
* Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan."
Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan."
* Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
* Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
* Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
* Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
* Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
* Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
* Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana.
* Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
* Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
* Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata.
* Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
* Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
Setelah penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana.
Apabila dokter mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir.
Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana.
Kemudian, Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai".(*)
Polisi Tembak Polisi di Makassar, Begal Aldy Monyet Tertuduh! Korban Minta Restoratif Justice |
![]() |
---|
Hukuman Seumur Hidup Menanti Danang Iskandar |
![]() |
---|
Sosok Calon Jenderal Kombes Armaini Bentak AKP Danang Iskandar |
![]() |
---|
Besaran Gaji Hilang Setelah AKP Dadang Iskandar Dipecat dari Polri, Istri Meradang |
![]() |
---|
Brigjen TNI Elphis Rudy Harap Kapolri Jangan Kalah Lawan Dadang Pengkhinat Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.