Opini
Catatan Istimewa Ulang Tahun ke-63 Kabupaten Barru: Barru Tanah Leluhur
Barru bukan saja kabupaten yang dikenal dengan sejarahnya tapi juga alamnya yang sejuk serta warganya dengan sikap yang ramah dan santun.
Oleh:
Muhammad Tariq
Penulis Buku Lintas Analisis Kritis
Pegiat Literasi dan Pemerhati Sosial
TRIBUN-TIMUR.COM - Mengawali tulisan ini, penulis teringat sebuah ungkapan pepatah bugis yang mengatakan “Barru wanua massenggereng, makkanggulung bulu macambuloe, mattappere galung maridie, massulappe tattana/laleng malurue, sibawa mattoddang tasi malowange”.
Jika kita memaknai pepatah tersebut “Barru adalah daerah yang selalu memberi kenangan, berjajaran gunung yang hijau, sawah dengan padi yang menguning terhampar, memmiliki jalan yang lurus dan berhadapan pantai yang begitu luas, demikan pepatah tersebut menggambarkan kabupaten Barru secara lugas.
Tepat hari Minggu, tanggal 20/02/2023 bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Barru ke-63 (1960-2023) yang dikenal dengan kota Hibrida (hijau, bersih, dan indah).
Barru bukan saja kabupaten yang dikenal dengan sejarahnya tapi juga alamnya yang sejuk serta warganya dengan sikap yang ramah dan santun.
Barru dahulu sebelum terbentuk adalah sebuah empat kerajaan kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja, yaitu: Kerajaan Berru (Barru), Kerajaan Tanete, Kerajaan Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi.
Menarik untuk ditelusuri asal-muasal penamaannya ialah Kabupaten Barru. Kabupaten Barru adalah salasatu daerah tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan.
Menurut lontara Attoriolong kerajaan Berru yang diceriterakan dalam buku sejarah singkat kerajaan di Sulawesi Selatan yang ditulis oleh Rimba Alam Andi Pangerang, sebelum berdirinya Kerajaan Berru (Barru), wilayah tersebut bernama Ajjarengnge kemudian dirintis pertama kali oleh Puang Ri Bulu Puang Ri Cempa menjadi Berru/Barru karena di wilayah tersebut banyak ditumbuhi sejenis pohon kayu yang dinamai Aju Berru.
Konon kayu Berru ini mempunyai banyak manfaat, antara lain sebagai bahan untuk membangun rumah tetapi tidak boleh dijadikan lantai rumah panggung, tidak boleh diinjak-injak karena kayu Berru juga berguna untuk pengobatan bagi orang sakit.
Kerajaan Barru sebagai salasatu kerajaan di Sulawesi Selatan yang berdiri bukan di bawah taklukan kerajaan-kerajaan yang adikuasa, misalnya Luwu, Gowa dan Bone, tetapi kerajaannya berdiri secara otonom yang memerintah di bawah kaki sendiri.
Kehadirannya dalam sejarah dipimpin Raja sebanyak 24 orang bergelar Arung bangsa Bugis.
Islam diterima di Kerajaan Barru oleh Raja XII bergelar Arung Berru MatinroE ri Doajenna setelah Raja sebelumnya yang tidak siap memeluknya dan berikutnya diserbu sampai menyerah kalah karena tidak mampu bertahan melawan serangan berasal dari Kerajaan Gowa dalam misinya menyebarkan Islam.
Kerajaan Barru memiliki kekerabatan dan persahabatan dengan beberapa kerajaan di sekitarnya, Tanete, Sidenreng, Bone dan Gowa. Menjelang masuknya pengaruh Belanda di Sulawesi-Selatan sejak ekspedisi I th 1824.
Kerajaan Barru merupakan salasatu di antara kerajaan yang tidak pernah mengangkat senjata kecuali memilih sikap sebagai sekutu kolonial.
Dengan demikian, Kerajaan Barru merupakan kawasan bagi kolonial yang strategis sebagai pusat administrasi pemerintahan disebut Onderafdeling Barru di Sumpang BinangaE, di samping tempatnya merupakan Ibu Kota Kerajaan. (Attoriolong.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.