Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Forum Dosen Tribun Timur

Prof Abrar Saleng: Pengelolaan SDA Harus untuk Kebahagiaan Masyarakat

Menurut Prof Abrar, perlu dipikirkan bagaimana masa depan antar generasi dengan pengelolaan SDA.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Hasriyani Latif
Tangkapan layar YouTube Tribun Timur
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Abrar Saleng saat jadi pembicara di Forum Dosen Tribun Timur dengan tema Membincang Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam Berbagai Perspektif, Jumat (10/2/2023). Prof Abrar menyoroti banyak sekali potensi sumber SDA di Sulsel yang belum terolah dengan baik. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Abrar Saleng menyebut masalah besar Indonesia sekitar lebih 50 persen adalah masalah keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA).

Di mana ada pertambangan, kehutanan dan perkebunan, di situ juga berdampingan dengan kemiskinan.

Hal ini disampaikan saat jadi pembicara di Forum Dosen Tribun Timur dengan tema 'Membincang Sulsel dalam Berbagai Perspektif', Jumat (10/2/2023).

"Padahal ada asas hukum mengatakan  kalau ada pengelolaan sumber daya alam (SDA), maka orang pertama yang harus bahagia adalah orang yang dekat dengan sumber daya alam, tapi ini faktanya tidak. Tentu timbul pertanyaan di mana salahnya," katanya.

Tentu, ini mengugah Sulsel sebagai provinsi yang memiliki 24 kabupaten/kota ini tidak hanya miliki tambang dan hutan.

Namun, banyak sekali potensi sumber SDA yang belum terolah dengan baik.

"Pertanyaan kemudian, yang terolah saja belum memberikan kebahagiaan bagi masyarakat, bagaimana nanti kalau SDA itu habis," ucap pria kelahiran Rappang ini.

Makanya, menurut Prof Abrar, perlu dipikirkan bagaimana masa depan antar generasi dengan pengelolaan SDA.

Sebab, anak-anak sekarang di masa mendatang tantangannya berbeda dengan yang dihadapi saat ini.

"Kalau tidak cepat-cepat persoalan pengelolaan SDA ini dari segi pengaturan, pemanfaatan, perusahaan terutama di Sulsel, tidak menutup kemungkinan nanti kita jadi negara miskin, meskipun kita punya sejarah daerah kaya," tuturnya.

Prof Abrar pun menyarankan ada perbaikan hukum lebih dulu. Lantaran semua SDA yang potensi nilainya besar menjadi kewenangan pusat, sedangkan SDA yang kecil menjadi kewenangan daerah.

Ia pun mendorong, pemimpin Sulsel di masa mendatang harus mengusahakan hak-hak daerah. Hal itu wajib diperjuangkan demi kemajuan daerah.

Pemimpin harus berani, jangan pernah takut. Juga dibarengi dengan kecerdasan dan keberanian.

"Pemimpin harus punya kemampuan untuk fight, karena kalau kita sekarang ini dengan sentralistik hanya menerima apa dikehendaki pusat," sebutnya.

Apalagi, Pemprov Sulsel berencana ingin mengambil alih wilayah eks PT Vale.

Hal ini berpeluang diserahkan, hanya saja bagaimana kesiapan dari daerah nantinya.

"Kemungkinan ini akan diserahkan ke daerah, cuma persoalannya apakah daerah mampu mengolah barang itu, karena mengelola itu butuh teknologi tinggi, capital tinggi, dan SDM. Ini berkaitan masalah mental," tuturnya.

Kemudian berkaitan dengan hukum. Ada tiga hal harus diperhatikan, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

Baca juga: Prof Armin Arsyad Sebut 2 Tokoh Sulsel Ini Layak Bersaing di Tingkat Nasional

Baca juga: Diskusi Forum Dosen, Prof A Muin Fahmal Ungkap Tiga Pilar Bernegara

"Hukum pertama disebut keadilan, kita tidak merasakan itu terutama dalam SDA. Kedua, hukum itu kemanfaatan, harus memberikan kemanfaatan. Yang timpang seperti biasa-biasa saja, akhirnya menjadi biasa ini persoalan kita. Padahal hukum harus bermanfaat. Ketiga kepastian hukum, ini yang jalan. Kepastian hukum bagi aparat penegak hukum," jelasnya.

"Keadilan ditinggalkan, kemanfaatan ditinggalkan tapi ditonjolkan adalah kepastian hukum," katanya.

Menurut Prof Abrar, dari kepastian hukum banyak mafia tanah karena semua berdasarkan pada hal tertulis administratif.

Makanya dari kepastian hikin banyak  mafia tanah, karena semua berdasarkan pada hal tertulis administratif.

Masyarakat yang punya tanah, tidak memiliki sertifikat, maka lama-lama diambil tanahnya.

"Jadi persoalan Sulse  adalah ketimpangan dalam akses dan aset. Terutama tanah. Itu ketimpangan," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved