Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Setara Gambia dan Nepal
Transparency International Indonesia (TII) mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34.
Tiga indeks mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).
Baca juga: Nasdem Turun Tangan Setelah Syahrul YL Dituding PDIP Salah Beri Data, Korupsi di Kemensos Diungkit
Wawan menjelaskan bahwa ada sejumlah alasan IPK Indonesia anjlok di tahun 2022.
Terutama pada indikator PRS atau political risk service, International Country Risk Guide.
"Bandingkan dengan political risk service (PRS), di tahun 2021 angkanya 48 berarti turun 13 poin itu turut menyumbang CPI kita dari 38 menjadi 34 tahun ini," terang Wawan.
"Jadi PR besar untuk pemerintah, untuk lembaga politik, masyarakat sipil, pelaku usaha bagaimana sebenarnya menjaga political risk service kita di angka maksimal," tambahnya.
Indikator lain yang mengalami penurunan adalah: IMD World Competitiveness Yearbook, dari 44 menjadi 39; lalu PERC Asia Risk Guide, dari 32 menjadi 29.
Sementara indeks yang mengalami kenaikan yaitu World Justice Project - Rule of Law Index (dari 23 menjadi 24) dan Varieties of Democracy Project (dari 22 menjadi 24). Sementara tiga yang stagnan yaitu Global Insight Country Risk Ratings (47); Bertelsmann Foundation Transform Index (33); dan Economist Intelligence Unit Country Ratings (37).
Secara global, Denmark negara yang menempati posisi pertama dengan IPK 90.
Baca juga: Penyebab Samhudi Mantan Wali Kota Blitar Ditangkap Polisi, Pernah Terjerat Kasus Korupsi 2018
Diikuti oleh Finlandia dan Selandia Baru dengan skor IPK 87.
Menurut Wawan, institusi demokrasi yang kuat dan penghormatan besar terhadap hak asasi manusia juga menjadikan negara-negara tersebut menjadi negara paling damai menurut Global Peace Index.
"Negara-negara dengan demokrasi yang berjalan baik itu rata-rata korupsi indeksnya ada di angka 70. Dan sebaliknya negara-negara dengan otokrasi yang paling kuat istilahnya otoriter itu rata-rata tingkat korupsinya jauh lebih rendah dari negara di mana demokrasi itu berjalan baik," kata Wawan.
Sementara itu Sudan Selatan (13), Suriah (13) dan Somalia (12) yang seluruhnya terlibat konflik berkepanjangan tetap berada di posisi bawah.
Selain itu, sebanyak 26 negara di antaranya Qatar (58), Guatemala (24), dan Inggris (73), berada di posisi terendah dalam sejarah tahun ini.(tribun network/ham/dod)
Baca juga: Profil Hermanto Eks Anggota DPRD Maros Fraksi Gerindra Ditangkap Gegara Korupsi, Dimodali Pemkab
Kejati Telusuri Aliran Dana Rp17 M KONI Sulsel, Pola Korupsi Bikin Pengurus Masuk Bui |
![]() |
---|
Cucu Megawati sekaligus Putri Puan Maharani Raih Dukungan Paling Besar Pimpin PDIP Jawa Tengah |
![]() |
---|
Analisa Pertarungan Muktamar PPP X: Agus Suparmanto vs Muhammad Mardiono |
![]() |
---|
Ancaman Romahurmuziy: Jika Mardiono Terpilih Lagi, Ulama dan Kiai Pilih Diam |
![]() |
---|
BKKBN Gandeng UMI Perkuat Kualitas Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.