Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Catatan Bola: Paradoks, Kompetisi Tanpa Kompetisi

Di bawah pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (Sty), kita berharap banyak tim nasional bisa memberikan kado tahun baru bagi tanah air ini..

DOK PRIBADI
M Dahlan Abubakar 

Tanpa degradasi akan mengilangkan semangat kompetisi di antara klub.

Artinya, klub tidak akan berkompetisi mempertahankan peringkat dan prestasinya agar tetap di liga 1.

Begitu pun sebaliknya, klub yang berlaga di liga 2 tentu kurang bersemangat mengejar promosi ke liga yang lebih tinggi.

Keempat, penghentian kompetisi liga 2 dan 3. Langkah menghentikan kompetisi liga 2 dan liga 3 ini sebenarnya sama dengan mematikan proses pembinaan atlet sepak bola Indonesia dari bawah.

Pemain-pemain lapis berikut untuk liga 1 justru banyak kita harapkan lahir dari liga 2. Begitu pun pemain yang akan menghuni kasta liga 2 diharapkan muncul dari pemain liga 3. Lalu bagaimana jika kompetisi liga 2 dan 3 ini dihentikan, apakah kita dapat berharap banyak munculnya pemain-pemain muda dan baru?

Melihat fenomena karut marut pembinaan sepak bola Indonesia ini, tentu sangat miris justru di tengah kita akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2023.

Apakah ini bentuk restrukturisasi sepak bola Indonesia pascamusibah Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022? Ataukah kita tidak perlu membina atlet secara berencana dan cukup melakukan naturalisasi pemain?

Kita tidak pernah habis pikir, di tengah kondisi prestasi sepak bola nasional yang belum menggembirakan, masih ada langkah yang antagonis dan paradoks dilakukan terhadap aktivitas kompetisi sepak bola kita.

Yang lebih lucu, hanya olahraga sepak bola yang lebih banyak melahirkan karut marut.

Sudah tidak berprestasi, ribut pula. Bulu tangkis yang selalu mengibarkan Merah Putih di ajang internasional tidak pernah ribut-ribut.

Para stakeholder bulu tangkis melaksanakan aktivitas mereka dengan sunyi dan senyap tanpa hiruk pikuk tetapi berprestasi.

Saya menduga dan yakin publik akan sependapat, sepak bola yang memiliki massa yang begitu melimpah, secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar, ini telah menjadi “bidak pion-pion politik” untuk memasang kuda-kuda.

Hampir semua pimpinan organisasi di republik ini selalu menjadi rebutan. Mulai dari kalangan profesional hingga politisi.

Akibatnya, kehadirannya menjadi lambang belaka, sementara para personel yang dipimpinnya pun kesulitan melakukan improvisasi dan berkreasi melaksanakan program-program organisasi.

Pada cabang sepak bola, Presiden baru menginstruksikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU PR) mengevaluasi stadion setelah terjadi kerusuhan Kanjuruhan Malang.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Financial Wellness

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved