Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Kilas Tokyo

Memahami Mereka

Struktur demografi usia muda ini makin didominasi ‘digital native’ yakni anak muda yang lahir dan tumbuh bersamaan teknologi digital.

Editor: Hasriyani Latif
DOK PRIBADI
Muh Zulkifli Mochtar, doktor alumnus Jepang dan bermukim di Tokyo. Zulkifli Mochtar penulis kolom Kilas Tokyo di Tribun Timur berjudul 'Memahami Mereka'. 

Oleh:
Muh Zulkifli Mochtar
Doktor alumnus Jepang dan bermukim di Tokyo

TRIBUN-TIMUR.COM - Anak muda sekarang susah lepas dari internet. Bahkan mereka bisa menjalankan dua atau lebih kegiatan secara sekaligus.

Putra saya yang siswa SMP selalu menonton televisi sambil ber-handphone. Pernah saya coba coba tes apa isi berita TV yang dinonton sambil smartphone, ternyata tidak salah.

Putri saya saat belajar tidak melepas earphone musik dari telinganya. Ini salah satu ciri anak usia muda sekarang.

Lalu siapa itu anak muda? Generasi millennial sering dikategorikan sebagai representasi usia muda.

Menurut buku Millenial Nusantara karya Hasanuddin Ali dan L. Purwandi, ada empat cohort utama dalam demografi: Baby Boomer, Gen-X, Millennials dan Gen-Z.

Baby Boomer yakni generasi kelahiran 1946-1964, misalnya penyanyi Iwan Fals. Lalu ada Generasi X, yakni kelahiran 1965-1980. Termasuk saya.

Muncul lagi generasi millennial. Usia muda yang saat ini menjadi fresh graduate universitas, rumah tangga usia muda, professional muda. Mereka kelahiran 1981-2000.

Banyak contoh generasi ini, misalnya founder Gojek Nadiem Makarim. Lalu lahir lagi generasi Z, umumnya saat ini berstatus siswa sekolah TK, SD hingga SMA. Lahir setelah tahun 2000. Ketiga anak saya adalah generasi ini.

Generasi millennial dan Generasi Z sangat susah dilepaskan dari teknologi dan hiburan. Internet dan gadget telah menembus jauh dalam semua lini aktivitas usia muda ini. Generasi ini bisa terconnect 24 jam oleh SNS, game dan smartphone.

Struktur demografi usia muda ini makin didominasi ‘digital native’ yakni anak muda yang lahir dan tumbuh bersamaan teknologi digital.

Otak mereka dibentuk serba digital dan menurut Garry Small seorang Neuroscientist UCLA, jika otak sudah terbentuk digital akan muncul kemampuan superior dalam pengambilan keputusan cepat karena dukungan banyak sumber sensory input.

Bagaimana dengan Jepang? Berbeda dengan Indonesia yang punya bonus demografi, permasalahan pelik Jepang yakni makin berkurangnya penduduk usia muda.

Menurut Asahi Shimbun Mei lalu, jumlah anak dibawah usia 15 tahun telah menurun ke rekor terendah 14,6 juta menurut data Kementerian Dalam Negeri.

Jumlah anak laki-laki 7,51 juta dan anak perempuan adalah 7,15 juta. Hanya sekitar 11,7 persen dari jumlah seluruh populasi Jepang. Yang lebih mencemaskan, telah turun terus selama 48 tahun berturut-turut.

Jika kondisi begini terus, apa yang terjadi dengan demografi anak Jepang 10, 20 atau 30 tahun mendatang? Tapi Jepang ternyata tidak sendiri.

Banyak negara maju Asia dan Eropa juga mengalami problem besar sama. Di tahun 2021, rasio anak Korea Selatan adalah 11,9 persen.

Singapura 12,4 persen dan Italia 12,9 persen. Di Jerman jumlah anak sekitar 13,8 persen di akhir tahun 2020.

Para digital native makin dominan adaptif terhadap teknologi informasi dan gadget.

Survei Lingkungan Penggunaan Internet Remaja dirilis Kantor Kabinet Jepang Maret 2021 lalu memperlihatkan, rata rata 64,0 persen anak usia 0-9 tahun sudah menggunakan Internet melalui berbagai perangkat.

Khusus untuk usia 9 tahun, bahkan sudah mencapai 87,2 persen. Survei yang menargetkan orang tua anak berusia 0-9 tahun dengan 3000 sampel survei ini juga menyimpulkan penggunaan paling umum adalah smartphone sebesar 32,3 persen, lalu perangkat tablet 30,6 persen .

Satu hal terasa, kalangan pendidik sekolah di Jepang tetap berusaha bekerja keras menumbuhkan cinta buku para Generasi Z dengan beragam cara.

Termasuk dengan mewajibkan siswa meminjam buku di perpustakaan sekolah. Guna membiasakan anak bahwa ‘reading book is one of favorite pastimes’.

Juga menstimulasi anak sering berkunjung ke perpustakaan kota, bahkan sebagai satu tujuan wisata mereka saat liburan.

Anak muda kini memang tidak mudah diatur. Berusaha memahami karakter dan meraih simpati mereka adalah perlu. Mereka generasi unik, kreatif, menyenangi hal baru dan multi tasking.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved