Tribun Economic Perspective
Prospek Ekonomi Indonesia 2023
Prospek ekonomi Indonesia tahun 2023 lebih buruk dibanding 2022 namun masih lebih baik dibanding negara maju.
Sementara dari sisi produksi, regim suku tinggi menekan pertumbuhan sektor industri dan jasa. Selama tahun 2022, trend pertumbuhan sektor manufaktur relatif tidak mengalami perubahan pada kuartal kedua dan ketiga sekitar 4,01–4,03 persen (year on year-yoy). Sektor manufaktur berkontribusi 24 persen terhadap GDP.
Pertumbuhan sektor konstruksi stagnan sekitar 0,5-1 persen pada kuartal pertama dan kedua 2022. Sektor konstruksi menyumbang 10 persen terhadap GDP. Sektor pertanian yang menyumbang 15persen terhadap GDP hanya bisa tumbuh 1,38-1,65 persen (yoy).
Pada sisi sektor jasa keuangan, khususnya industri asuransi juga mengalami tekanan yang berat tahun 2023. Hal ini berkaitan dengan sulitnya perusahaan asuransi menambah kapasitas dalam menyerap resiko dari perusahaan reasuransi.
Solvabilitas perusahaan reasuransi domestik menurun signifikan. Perusahaan reasuransi nasional Indonesia memiliki RBC negatif 38.88 persen hingga akhir 2022 dari yang diperkenankan 120 persen. Pada sisi yang lain, own retensi perusahaan asuransi sangat kecil karena minimnya permodalan.
Lebih jauh, perusahaan reasuransi dalam negeri kesulitan melakukan retrosesi ke perusahaan asuransi luar negeri. Akibat ancaman resesi global, premi retrosesi mengalami pertumbuhan sekitar 30 persen. Pada saat yang sama, premi asuransi dalam negeri sudah sangat rendah.
Tantangan Jangka Panjang
Supply side revolution menjadi fokus kebijakan ekonomi dalam jangka panjang. Hal ini berkaitan dengan isu perubahan iklim, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan R&D untuk inovasi teknologi.
Proposal ini sejalan dengan ekonom AS, Paul M. Romer dari New York University yang menekankan pentingnya inovasi teknologi. Paul M. Romer memodelkan inovasi teknologi secara endogen dalam pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian dengan ketersediaan SDM dan pengetahuan yang memadai tumbuh tinggi dalam jangka panjang. Hal ini didorong oleh perbaikan produktifitas pekerja yang tercermin pada peningkatan Total Factor Productivity (TFP).
Pilihan satu-satunya bagi pemerintah Indonesia, meningkatkan pengeluaran untuk pendidikan, pelatihan dan R&D. Memberikan isentif kepada para peniliti melalui penegakan hukum atas pelanggaran HAKI. Hilirisasi hasil riset melalui kerjasama lembaga riset, perguruan tinggi, industri, pemerintah dan masyarakat.(*)