Keraton Solo
Awal Mula Konflik Perebutan Tahta Keraton Solo, Berawal Pakubuwono XII Mangkat Sejak 18 Tahun Lalu
Awal mula konflik di Keraton Solo terjadi sejak 18 tahun lalu atau 12 Juni 2004 saat meninggalnya Pakubuwono XII.
Sementara Tedjowulan menjadi mahapatih dengan gelar KGPH (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo) Panembahan Agung.
Meski begitu, sejumlah keturunan Pakubuwono XII menolak rekonsiliasi dan mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton.
Baca juga: Kronologi dan Penyebab Baku Pukul di Keraton Solo, 4 Korban Luka Dibawa ke RS, Kapolres Turun Tangan
Lembaga itu memberhentikan sang raja karena Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran.
LDA juga melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton.
Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas.
Akibatnya, Pakubuwono XIII yang sudah bersatu dengan Tedjowulan tak bisa bertakhta di Sasana Sewaka Keraton Solo.
Pada 2017, Presiden Jokowi pernah mengutus anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Jenderal Purn Subagyo HS, melakukan upaya rekonsiliasi, tapi gagal.
Pada Februari 2021, kisruh Keraton Solo kembali terjadi setelah lima orang, di antaranya anak keturunan PB XII, terkurung di Istana.
Hingga pada Jumat (23/12/2022) malam kembali terjadi kisruh yang membuat empat orang dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
Cucu Pakubuwono XIII Ditodongkan Pistol
Cucu PB XIII, BRM Suryo Mulyo mengaku ditodong senjata api oleh salah satu oknum.
"Saya diginiin (mengisyaratkan tangan seperti ditodongi senjata api) 'Isoh meneng ra mas?' Ditodong didorong," tutur BRM Suryo Mulyo.
Ia bahkan mengaku tidak takut mendengar ancaman dari oknum tersebut.
Ia tetap ingin bertahan di rumah bersama keluarganya.
Penodongan senjata api tersebut terjadi di Semorokoto.
