Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Resesi dan Era Baru Perekonomian Global

Perekonomian AS dinyatakan memasuki periode resesi pada kwartal pertama dan kedua 2022.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi/syarkawi rauf
Muhammad Syarkawi Rauf Dosen FEB Unhas dan Komut PTPN IX Jawa Tengah. Syarkawi Rauf penulis Opini Tribun Timur berjudul 'Resesi dan Era Baru Perekonomian Global'. 

Oleh:
Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas/Komisaris Utama PTPN IX

TRIBUN-TIMUR.COM - Perekonomian global memasuki era baru.

Era investasi dalam regim suku bunga tinggi dan kelangkaan modal.

Perekonomian global mengalami kekurangan likuiditas. Investor mengalihkan assetnya pada asset keuangan AS.

Majalah ekonomi terkemuka Amerika Serikat (AS), The Economist,edisi 10 – 16 Desember 2022, menurunkan tulisan berjudul “The New Rules”. Tulisan tersebut dimulai dengan kalimat provokatif “welcome to the end of cheap money”.

Inflasi tinggi AS dan Zona Euro pertanda suku bunga akan semakin tinggi. Bank Sentral AS, The Fed dan European Central Bank, ECB memberikan signal akan terus menaikkan suku bunga hingga inflasi mendekati target masing-masing bank sentral.

Tekanan resesi melemah ditandai oleh trend inflasi AS menurun meskipun masih tinggi.

Inflasi AS tertinggi pada Juni 2022 sebesar 9,1 persen. Menurun menjadi 7,7 persen pada Oktober 2022. Turun lagi menjadi7,1 persen pada November 2022.

Trend inflasi Zona Euro mengalami kenaikan. Pada Januari 2022 inflasi Zona Euro 5,0 persen. Meningkat menjadi 10,6 persen pada Oktober 2022. Menurun menjadi 10,1 persen pada November 2022.

Inflasi China relatif rendah sejak awal tahun hingga Novermber 2022. Inflasi tertinggi China pada September 2022 sebesar 2,8 persen. Trendnya menurun menjadi 2,1 persen pada Oktober 2022. Turun lagi menjadi 1,6 persen pada Novermber 2022.

Tekanan Resesi

Potensi resesi global melemah pada kwartal ketiga 2022. Pertumbuhan ekonomi AS dan China postif pada kwartal ketiga, sebelumnya tumbuh negatif pada kwartal kedua 2022. Zona Euro diperkirakan memasuki resesi pada kwartal keempat 2022 dan pertama 2023.

Resesi adalah pertumbuhan negatif Gross Domestic Product (GDP) selama dua kwartal berturut-turut.

Perekonomian AS dinyatakan memasuki periode resesi pada kwartal pertama dan kedua 2022. Resesi berakhir pada kwartal ketiga 2022.

Resesi global sejak dekade 1970-an ditandai oleh pertumbuhan negatif tiga perekonomian utama dunia.

Saat ini, perekonomian AS berkontribusi 25 persen terhadap GDP global, China 18 persen dan Zona Euro 13 persen. Gabungan ketiganya 55 persen terhadap GDP global.

Pertumbuhan GDP AS terendah pada kwartal pertama 2022, negatif 1,6 persen. Menjadi negatif 0,6 persen kwartal kedua 2022.

Pertumbuhan ekonomi AS kembali positif pada kwartal ketiga, sekitar2,9 persen dan diperkirakan 4,0 persen pada kwartal keempat 2022.

Potensi resesi ekonomi China berkurang. Pertumbuhan ekonomi China pada kwartal pertama 2022 sebesar 1,6 persen.

Terkontraksi menjadi negatif 2,7 persen akibat kebijakan zero Covid-19 pada kwartal kedua 2022. Menguat menjadi 3,9 persen kwartal ketiga 2022.

Peluang resesi ekonomi Zona Euro meningkat. Pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada kwartal kedua 0,8 persen menjadi 0,3 persen kwartal ketiga 2022. Diperkirakan, zona Euro tumbuh negatif pada kwartal keempat 2022 dan kwartal pertama 2023 (ECB, 2022).

Fase Baru

Perekonomian global memasuki era baru suku bunga tinggi. Korporasi dan individu bersiap berinvestasi dalam regim suku bunga tinggi. Perekonomian global juga mengalami kelangkaan modal (scarcer capital).

Inflasi tinggi AS bersifat persisten hingga 2023. Persistensi inflasi AS disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal longgar pada masa pandemi. Kenaikan inflasi diperparah oleh tekanan harga energi dan makanan akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Regim suku bunga tinggi membuat harga saham turun drastis. Indeks harga saham, The S&P 500 index, indeks utama AS menurun 25 persen. Nilai pasar saham AS menyusut sebesar 10 trilyun Dollar AS hingga saa tini (The Economist, 12/2022).

Bank sentral AS, The Fed, merespon inflasi tinggi dengan menaikkan Fuderal Fund Rate (FFR). Kenaikan FFR menurunkan permintaan kredit. Pinjaman korporasi dan individu menurun. Biaya operasional perusahaan, ekspansi dan akusisi terbatas.

Regim suku bunga tinggi menyebabkan aktivitas ekonomi melambat. Profitabilitas perusahaan menurun. Potensi earning perusahaan semakin mengecil. Harga saham (stock prices) menurun.

Era baru perekonomian global memerlukan aturan baru (The Economist, 12/2022). Aturan baru menekankan pada: Pertama, ekspektasi return meningkat. Kenaikan FFR menyebabkan harga asset turun dan ekspektasi yield surat berharga meningkat.

Kedua, regim suku bunga tinggi membuat investor rabun jauh. Investor tidak sabar dengan penurunan nilai sekarang dari pendapatannya yang akan datang. Ketiga, perubahan strategi investasi, switching dari privat ke publik atau sebaliknya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved