Kasus Kepulauan Widi dan Semangat Perjanjian Djuanda
Alasannya, diantaranya PT. LII tidak berperilaku sesuai dengan isi MoU –disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD.

Di dalam UU No.1 Tahun 2014 tidak memungkinkan sebuah pulau dikuasai sepenuhnya oleh masyarakat maupun pihak swasta.
Satu pulau itu paling sedikit 30 persen luas lahannya dikuasai langsung oleh negara dan paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari 70 persen tersebut pelaku usaha wajib mengalokasikan 30 persen untuk ruang terbuka hijau, artinya hanya 49 persen dari luas pulau yang boleh dikuasai dunia usaha.
51 persen akan dialokasikan untuk tujuan konservasi.
Semangat Perjanjian Djuanda
Salah satu berkah bagi bangsa Indonesia adalah lahirnya Deklarasi Djuanda tahun 1959. Deklarasi tersebut membuat luas wilayah perairan Indonesia seperti sekarang ini.
Dimana luas wilayah perairan Republik Indonesia menjadi 3,1 kali lipat dari luas sebelumnya yaitu 2.027.087 km2 menjadi 6.400.000 km2 (Rujukan Nasional Data Kewilayahan Indonesia, 2018). Jika wilayah darat dan laut Indonesia disatukan –lebih dikenal dengan Benua Maritim Indonesia (BMI), maka akan lebih luas dari wilayah Amerika Serikat dan wilayah Eropa.
Jika kita menilik Perjanjian Djuanda 1959, kasus-kasus penjualan pulau tersebut tentu tidak sejalan dengan semangat perjanjian tersebut.
Djuanda Kartawidjaya, Perdana Menteri Indonesia ketika itu, tidak menginginkan pulau-pulau di nusantara ini dianggap terpisah-pisah oleh laut, tetapi laut sebagai penghubung atau perekat antara satu pulau dengan pulau lainnya di dalam wilayah NKRI.
Artinya, perjanjian ini tidak menginginkan adanya ‘tapak-tapak’ negara lain di dalam wilayah NKRI.
Sebab jauh sebelum lahirnya deklarasi tersebut, pulau-pulau yang berada di dalam negara kesatuan Republik Indonesia dianggap dipisah-pisahkan oleh laut yang merupakan ‘zona bebas’ bagi negara-negara lain yang melintas di perairan Indonesia.
Hal ini tidak dikehendaki oleh Djuanda karena menimbulkan kerawanan di wilayah NKRI, baik dari aspek kewilayahan maupun potensi pemanfaatan sumber daya yang terkandung di kolom dan di dalam dasar perairan.
Seperti yang termaktub pada paragraf ke tiga: “Bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat”.
Karena itu, dengan semangat Hari Nusantara ini, perlu dirumuskan secara jelas konsep pengembangan pulau-pulau kecil di Indonesia yang senafas dengan Perjanjian Djuanda 1959.(*)
Tulisan ini untuk memperingati Hari Nusantara ke-40, 13 Desember 2022