Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Kepulauan Widi dan Semangat Perjanjian Djuanda

Alasannya, diantaranya PT. LII tidak berperilaku sesuai dengan isi MoU –disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD. 

Editor: Saldy Irawan
zoom-inlihat foto Kasus Kepulauan Widi dan Semangat Perjanjian Djuanda
DOK PRIBADI
Ahmad Bahar Dosen Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Pemimpin Redaksi PK Identitas

Oleh Ahmad Bahar
Dosen Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Pemimpin Redaksi PK Identitas


TRIBUN-TIMUR.COM - Akhirnya pemerintah Indonesia membatalkan nota kesepahaman bersama (MoU) antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dengan PT Leadership Islands Indonesia (PT. LII) soal pengelolaan Kepulauan Widi, Rabu (14/12) kemarin.

Alasannya, diantaranya PT. LII tidak berperilaku sesuai dengan isi MoU –disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD

Sebelumnya, ramai diberitakan di media massa dan media sosial akan isu penjualan Kepulauan Widi.

Pulau yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh Kemeterian Kelautan dan Perikanan diberitakan di lelang pada laman situs Sotheby oleh PT. LII sebagai pemegang hak kelola.

Kepulauan Widi adalah gugusan karang berbentuk cincin (atol) yang terdiri atas 104 pulau. Berada di Desa Gane Luar, Kecamatan Gane Timur Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Sebagai Kawasan konservasi, gugusan pulau ini kaya akan keanekaragaman hayati laut  sehingga sangat menarik sebagai lokasi destinasi wisata bahari yang menerapkan prinsip-prinsip ekowisata.

Gugusan pulau Widi sangat menjanjikan jika dikelola secara profesional oleh investor yang dapat mendatangkan kunjungan wisatawan dari segala penjuru dunia, tentu akan memberikan keuntungan ekonomi bagi negara dan masyarakat lokal. 

Isu soal penjualan pulau di Indonesia bukan kali ini terjadi.  Pada laman situs Kementerian Kelautan dan Perikanan (kkp.go.id), tidak kurang dari 17 buah pulau tercatat telah diperjualbelikan dari tahun 2007 hingga 2021.

Mulai dari harga termurah seperti Pulau Lantigiang di Kepulauan Selayar yang dilelang Rp 900 juta, sampai yang mahal seperti Pulau Dua Barat di Kepulauan Seribu dengan harga Rp 243 milyar yang dilelang melalui situs www.privateislandsonline.com tahun 2019 lalu.

Kasus-kasus penjualan pulau yang terjadi selama ini juga merupakan akibat dari pemberian kewenangan yang luas kepada daerah (amanah UU Otoda) untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada di wilayahnya agar dapat mendatangkan PAD dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat lokal. 

Akibatnya, banyak daerah kemudian membuka diri melakukan kerjasama dengan investor dan dunia usaha untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil sesuai potensinya, yang umumnya sebagai destinasi wisata bahari.

Bolehkah Sebuah Pulau Diperjualbelikan?

Masalah penjualan pulau ini mulai muncul sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dimana di dalamnya mengatur tentang mekanisme pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Namun Undang-undang ini kemudian mengalami peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung (MA) yang berujung dikeluarkannya UU No.1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No.27 Tahun 2007.  Salah satu butir yang mengalami perubahan mendasar adalah pasal-pasal tentang mekanisme HP-3 yang menurut penilaian MA, pasal-pasal di HP-3 tersebut mengurangi hak penguasaan negara atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Di dalam UU No.1 Tahun 2014 tidak memungkinkan sebuah pulau dikuasai sepenuhnya oleh masyarakat maupun pihak swasta.

Satu pulau itu paling sedikit 30 persen luas lahannya dikuasai langsung oleh negara dan paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari 70 persen tersebut pelaku usaha wajib mengalokasikan 30 persen untuk ruang terbuka hijau, artinya hanya 49 persen dari luas pulau yang boleh dikuasai dunia usaha.

51 persen akan dialokasikan untuk tujuan konservasi. 

Semangat Perjanjian Djuanda 

Salah satu berkah bagi bangsa Indonesia adalah lahirnya Deklarasi Djuanda tahun 1959. Deklarasi tersebut membuat luas wilayah perairan Indonesia seperti sekarang ini.

Dimana luas wilayah perairan Republik Indonesia menjadi 3,1 kali lipat dari luas sebelumnya yaitu 2.027.087 km2 menjadi 6.400.000 km2 (Rujukan Nasional Data Kewilayahan Indonesia, 2018).  Jika wilayah darat dan laut Indonesia disatukan –lebih dikenal dengan Benua Maritim Indonesia (BMI), maka akan lebih luas dari wilayah Amerika Serikat dan wilayah Eropa.

Jika kita menilik Perjanjian Djuanda 1959, kasus-kasus penjualan pulau tersebut tentu tidak sejalan dengan semangat perjanjian tersebut. 

Djuanda Kartawidjaya, Perdana Menteri Indonesia ketika itu, tidak menginginkan pulau-pulau di nusantara ini dianggap terpisah-pisah oleh laut, tetapi laut sebagai penghubung atau perekat antara satu pulau dengan pulau lainnya di dalam wilayah NKRI.

Artinya, perjanjian ini tidak menginginkan adanya ‘tapak-tapak’ negara lain di dalam wilayah NKRI.

Sebab jauh sebelum lahirnya deklarasi tersebut, pulau-pulau yang berada di dalam negara kesatuan Republik Indonesia dianggap dipisah-pisahkan oleh laut yang merupakan ‘zona bebas’ bagi negara-negara lain yang melintas di perairan Indonesia.

Hal ini tidak dikehendaki oleh Djuanda karena menimbulkan kerawanan di wilayah NKRI, baik dari aspek kewilayahan maupun potensi pemanfaatan sumber daya yang terkandung di kolom dan di dalam dasar perairan. 

Seperti yang termaktub pada paragraf ke tiga: “Bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat”. 

Karena itu, dengan semangat Hari Nusantara ini, perlu dirumuskan secara jelas konsep pengembangan pulau-pulau kecil di Indonesia yang senafas dengan Perjanjian Djuanda 1959.(*)


Tulisan ini untuk memperingati Hari Nusantara ke-40, 13 Desember 2022

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved