Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Dampak RUU Omnibus Law Kesehatan

Sudahkah kita menemukan penyebab utama belum optimalnya pelayanan kesehatan di Indonesia? ADA apa sebenarnya di balik RUU Omnibus Kesehatan?

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
drg Rustan Ambo Asse Sp Pros 

drg Rustan Ambo Asse Sp Pros

Dokter gigi - prostodontist, alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

ADA apa sebenarnya di balik RUU Omnibus Kesehatan?

Mengapa sedemikian penting bagi Kementerian Kesehatan?

Sudahkah kita menemukan penyebab utama belum optimalnya pelayanan kesehatan di Indonesia?

Apakah benar RUU ini sedemikian urgen ataukah sejatinya hal ini benar-benar tidak substansial dan relevan dengan pembangunan kesehatan dewasa ini.

Deretan pertanyaan itu hanya sebagian kecil dari banyaknya pertanyaan dan kontra dari RUU Omnibus Law Kesehatan.

Tapi pertanyaan itu tidak akan mendapat jawaban yang tepat jika Kementerian Kesehatan atau siapa pun dibalik pendorong RUU ini tidak memahami kompleksitas dari permasalahan kesehatan.

RUU Omnibus Law Kesehatan seolah-olah menjadi jawaban di tengah getir dan carut marutnya proses pembangunan kesehatan.

Entah dari mana datangnya sebuah ide dan gagasan yang tiba-tiba menemukan solusi bahwa masalah kekurangan dokter cukup diselesaikan dengan memberi kebebasan seluas luasnya dokter asing masuk ke Negeri ini tanpa adanya pengawasan dan penyesuaian yang ketat baik dari KKI dan organisasi profesi.

Seorang dokter dan tenaga kesehatan lainya tidak perlu mendapat rekomendasi dari organisasi Profesi mereka untuk mendapatkan SIP sebagai penjaga etik, moral dan kompetensi yang secara teknis selama ini terpantau melalui seminar kesehatan dan satuan kredit pengembangan kompetensi masing-masing anggotanya.

Permasalahan utama kesehatan

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR dengan IDI, PDGI, dan Adinkes pada 17 November 2022, Ketua PB PDGI drg Usman Sumantri MSc dengan gamblang dan sistematis memaparkan bahwa banyak hal yang lebih substansial yang justru menjadi permasalahan mendasar yang perlu diselesaikan secara komprehensif di bidang kesehatan khususnya keterpenuhan tenaga dokter/dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis.

Untuk melayani kurang lebih 270 juta jiwa di Indonesia, kita hanya memiliki jumlah total tenaga dokter 254.404 orang dengan segmentasi jumlah dokter umum 161.730 orang, dokter gigi 39.766 orang, dokter spesialis 47.919 orang dan dokter gigi spesialis hanya 4.991 orang. Bahkan Indonesia hari ini belum memiliki Road Map dan strategi pemenuhan kebutuhan dokter untuk menyambut Indonesia Emas 2045.

Selain itu pesebaran dokter yang tidak merata terutama di Indonesia bagian tengah dan timur sejatinya adalah hal yang perlu dicarikan solusi oleh pemerintah, namun yang pasti kekurangan dokter dan adanya pemerataan yang tidak proporsional tersebut bukanlah ranah organisasi profesi.

Pemerintah mesti memiliki solusi sebab musabab hal itu terjadi. Kelangkaan profesi dokter/dokter gigi dan atau dokter spesialis dan dokter gigi spesialis di daerah kab/kota khusunya bagian Indonesia timur tidak terlepas dari kegagalan kita menerjemahkan banyak hal yang terkait misalnya bagaimana pemerintah memberikan jaminan kesejahteraan yang memadai ketika bertugas di pulau-pulau terluar dan terpencil dengan resiko menyeberang laut , minimnya fasilitas listrik dan lain-lain.

Bahkan program dokter Internship yang kini menggantikan peran Nusantara sehat memberikan gambaran efesiensi politik anggaran dari pemerintah yang nampak ingin hemat tapi mempekerjakan dokter dengan gaji yang minim.

Sehingga road map kebutuhan dokter itu menjadi penting sebagai kemerdekaan paling asasi di bidang kesehatan demi mempersiapkan bonus demografi, kesehatan dan pendidikan sebagai pilar utama mesti mendapat perhatian khusus.

Bahkan sebagai negara kepulauan road map kebutuhan dokter tersebut perlu diterjemahkan ke setiap provinsi hingga ke kabupaten/kota sehingga tidak ada lagi fasilitas kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit di daerah-daerah.

Sehingga dengan demikian yang menjadi prioritas masalah yang harus dibenahi adalah bagaimana mempersiapkan sistem pelayanan kesehatan dari sistem pendidikan hingga ke pelayanan masyarakat.

Dampak RUU Omnibus Law Kesehatan

Adanya aksi penolakan dari berbagai organisasi profesi yakni IDI, PDGI, IBI, PPNI, IAI termasuk YLKI baik berupa konferensi pers maupun aksi demonstrasi turun ke jalan atas RUU Omnibus kesehatan memberikan dua pesan berarti bagi publik dan insan kesehatan.

Pertama, Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak setiap warga negaranya belum terlaksana sebagaimana mestinya hal itu dibuktikan dengan adanya proses cacat hukum dalam membuat rancangan undang-undang, proses yang tidak melibatkan organisasi profesi tentu akan melahirkan draft RUU Yang tidak akomadatif dan anomali,serta membahayakan substansi pelayanan kesehatan yang sarat nilai-nilai etis dan moral yang nilai-nilai tersebut sejatinya terpelihara dengan baik oleh organisasi profesi kesehatan.

Kedua memberikan dampak berupa pelemahan keberadaaan organisasi profesi dan eksistensi Konsil Kedokteran Indonesia.

Sehingga hal utama yang paling dirugikan adalah pelayanan masyarakat di bidang kesehatan yang tidak berorientasi kepada panjaminan mutu kualitas dokter dan tenaga kesehatan.

RUU Omnibus Law Kesehatan sebaiknya tidak hanya memikirkan hal-hal teknis yang selama ini dinggap rumit dan panjangnya alur untuk menjadi seorang dokter.

Seorang dokter dipersiapkan dengan baik dan terencana untuk menghadapi nyawa manusia.

Itulah sebabnya butuh proses yang terukur disertai etik dan moral yang tinggi untuk seseorang bisa memberikan pelayanan kepada pasien.

Hal-hal yang prematur dan menjadi keluhan masyarakat selama ini terkait pelayanan kesehatan tentu sangat tidak adil jika hanya menyandarkan kepada kurangnya dokter misalnya.

Tapi kajian secara keseluruhan mesti terbuka oleh banyak pihak. Kementerian Kesehatan mestinya memikirkan lebih menyeluruh permasalahan kesehatan secara terbuka, partisipatif dan melibatkan organisasi profesi dan tokoh masyarakat .

RUU Omnibus Law jangan sampai dipandang sebagai regulasi yang justru akan menimbulkan masalah baru dan sarat dengan kepentingan tertentu yang membuat bagian proses pelayanan kesehatan selama ini yang sudah baik kembali ke titik nol.

Strategi alternatif

Pemerintah dalam hal ini kementerian Kesehatan dan organisasi profesi kesehatan sejatinya memerlukan titik awal yang lebih strategis, sistematis dan jangka panjang dalam mengawal pembangunan kesehatan di Indonesia.

Hal yang menjadi penting untuk evaluasi bersama bahwa ujian kompetensi bagi dokter mestinya dilaksanakan lebih konstruktif dan tidak membuat seorang calon dokter/dokter gigi hingga ujian berkali kali.

Ketika ujian kompetensi berulang-ulang justru menjadi kontradiksi dengan proses yang telah dilalui seorang dokter selama pendidikan baik pada level strata satu maupun profesi yang mengasah kemampuanya sebagai klinisi.

Kampus-kampus yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi memiliki tantangan tidak hanya dalam aspek mutu dan kualitas kompetensi bagi keluaran dokter dan dokter gigi, tapi lebih daripada itu bagaimana filosofi hipocrates lebih melekat sebagai pekerjaan mulia seorang dokter.

Sehingga tugas para pendidik bagaimana memberikan ketauladanan dalam bersikap, berintegritas, moral yang tinggi dan memiliki visi kemanusiaan sebagai seorang dokter.

Di sisi lain pemerintah mesti lebih akomodatif dalam memberikan solusi permasalahan kesehatan.

Sudah terlalu banyak regulasi kesehatan yang kini butuh pendampingan dan implementasi.

Kita perlu membuat evaluasi secara mendalam untuk semua itu sebelum memikirkan apa benar kita perlu RUU Omnibus Law Kesehatan?

Produk hukum di bidang kesehatan mestilah lahir dari renungan panjang terkait dampak, potensi konflik, relevan dengan regulasi yang sudah ada, kebermanfaatan, tidak adanya kepentingan di dalamnya dan yang terakhir memikirkan dampaknya secara keseluruhan bagi bangsa dan negara ini.(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved