Pemilu 2024
Bawaslu Luwu Timur Ingatkan Sanksi Pidana Bagi ASN Tak Netral di Pemilu
Sementara Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan, Arumahi mengatakan Bawaslu beberapa tahun terakhir lebih fokus pada kegiatan sifatnya pencegahan.
Penulis: Ivan Ismar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUNLUTIM.COM, MALILI - Bawaslu Luwu Timur menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur mencegah pelanggaran ASN pada pemilu.
Sosialisasi netralitas ASN, TNI, Polri sudah digelar Bawaslu Luwu Timur di Ballroom Hotel I Lagaligo, Desa Puncak Indah, Malili, Jumat (25/11/2022).
Pada sosialisasi kemarin, sejumlah OPD, beberapa kepala UPTD SMAN, TNI dan Polri diikutkan.
Serta menghadirkan narasumber Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan, Arumahi dan Kejaksaan Negeri Luwu Timur yang diwakili oleh Kasi Pidum, Sahwal.
Ketua Bawaslu Luwu Timur Rachman Atja, mengatakan, sosialisasi adalah amanah dan perintah negara kepada Bawaslu.
"Ini harus dilaksanakan sebagai pelaksana regulasi untuk mengingatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024," kata Rachman.
Rachman mengatakan Bawaslu bukan untuk menggurui tetapi mengingatkan pentingnya netralitas ASN.
"Dalam setiap pemilu maupun pemilihan yang akan datang," ujar Rachman.
Sementara Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan, Arumahi mengatakan Bawaslu beberapa tahun terakhir lebih fokus pada kegiatan sifatnya pencegahan.
"Pencegahan jauh lebih strategis dibanding penindakan," katanya.
Arumahi menekankan, selain sanksi administrasi, ASN yang tidak netral juga bisa dikenai sanksi pidana.
Sanksi terhadap pelanggaran netralitas ASN lanjutnya ada pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum pasal 494.
Dimana setiap ASN, TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana/tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Kemudian Pasal 547, setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye.
Sanksinya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).(*)