Opini Tribun Timur
Literasi Kaum Santri
Dalam teori tersebut dijelaskan, benar tidaknya sebuah informasi yang beredar di masyarakat sangat bergantung pada tingkat kebisingannya.
Konten tersebut tersebar di ruang-ruang maya berbekal ratusan ribu bahkan jutaan pengikut dan subscriber.
Menariknya, isi kontennya seringkali menjual kalimat amar ma’ruf, nahi mungkar (menyeru kebaikan, mencegah kemungkaran) dalam rangka memberi legitimasi terhadap gerakan ekstrem yang dilakukan.
Di lain sisi, ketegasan para sahabat seperti Umar ibn Khattab dan Khalid bin Walid juga tak jarang diatasnamakan dan disalahmaknakan, dalam rangka memberi pembenaran terhadap segala tindak kekerasan yang dipertontonkan.
Padahal, semua itu hanyalah kedok untuk menyembunyikan kebejatan dan kebobrokan.
Kata Gus Dur, “Jargon memperjuangkan Islam sebenarnya adalah memperjuangkan suatu agenda politik tertentu dengan menjadikan Islam sebagai kemasan dan senjata. Langkah ini sangat ampuh, karena siapapun yang melawan akan dituduh melawan Islam”.
Memang, beberapa di antara mereka telah diringkus dan diamankan oleh pihak berwajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatnnya.
Namun, tentu saja oknum-oknum tersebut memiliki kader dan simpatisan setia yang secara diam-diam mungkin akan melanjutkan apa yang telah diperjuangkan oleh tuannya.
Kita mungkin mudah membatasi ruang gerak seseorang, tapi sulit dengan ide dan pemikiran liarnya.
Peran Santri
Di tengah kondisi ironis tersebut, kaum yang diharapkan hadir sebagai pahlawan adalah para santri.
Sebab, sedikit banyak merekalah yang faham dengan esensi ajaran Islam yang sesungguhnya, berbekal pengajian kitab rutin yang didapatkan bertahun-tahun di pesantren.
Apalagi, diajarkan langsung oleh kiai yang tidak diragukan lagi kualitas ilmu dan sanadnya.
Itulah sebabnya, kaum santri mesti hadir menggalang gerakan, dengan turut serta mengisi ruang maya melalui konten-konten agama yang ramah dan damai.
Konten Islam rahmatan lil alamain di ruang maya, mesti lebih bising dibincangkan dibanding cacian dan makian yang mengatasnamakan Islam.
Baik itu di Facebook, Youtube, WhatsApp, Instagram, Twitter dan lainnya. Sudah saatnya, para santri menyebarkan pemahaman keagamaan melalui ruang-ruang maya tersebut.
