Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Syafaat Rasulullah

Ayat-ayat Al-Qur'an dengan jelas menyebut kosa-kata 'syafaat' sebanyak 23 kali yang tersebar dalam 17 surah.

Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM
Dr Ilham Kadir MA dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang. 

Persoalan syafaat masuk dalam dimensi akidah, karena itu berbagai paham tentang syafaat antara satu aliran teologi dengan lainnya juga mengalami perbedaan mendasar, baik dalam pemahaman maupun amalan.

Penganut akidah wihdatul wujud atau "manunggalin kawulo gusti" serta pengikut ajaran tasawuf ghuluw atau yang terlalu ekstrem berkeyakinan bahwa syafaat datang dari ahli kubur yang diagungkan ketika masih hidup seperti wali dan dukun-dukun yang semasa hidupnya dianggap sakti mandraguna.

Juga seperti penganut akidah Syiah yang meyakini bahwa para imam-imam mereka, baik yang Imam 12, maupun imam-imam lain yang kuburannya dijadikan tempat meminta syafaat.

Selain itu, aliran Mu'tazilah dan Khawarij yang merupakan antitesa dari golongan pertama.

Mereka ini mengingkari adanya syafaat dari Nabi Muhammad dan juga selain Rasulullah, serta meyakini bahwa tidak ada syafaat bagi para pelaku dosa besar.

Golongan ketiga adalah Ahlussunnah Wal Jamaah, yang meyakini dengan pasti akan adanya syafaat dari Allah sesuai dengan ketetapan yang syarat-syaratnya ditetapkan Allah dalam Al-Qur'an dan Hadis Rasulullah.

Mengimani keberadaan syafat tanpa berlebihan (ifrath) dan tanpa meremehkan (tafriith).

Umat Islam, khususnya Ahlusunnah Wal Jamaah meyakini bahwa Nabi Muhammad akan memberikan syafaat kepada seluruh umat manusia ketika berada di padang mahsyar (mauqif).

Ketika itu, seluruh manusia, dari Nabi Adam hingga manusia yang terakhir terlahir sebelum kiamat tiba disatukan untuk menunggu proses hisab atau perhitungan amal ketika hidup di dunia, dalam keadaan yang sangat chaos (kacau) dan genting karena saling berdesakan, ditambah dengan matahari tinggal sejengkal dari kepala, maka seluruh manusia mencari siapa saja yang bisa menolong atau memberi syafaat.

Langkah pertama, penduduk padang mahsyar datang kepada Nabi Adam, permintaannya: agar proses hisab disegerakan, penduduk padang mahsyar tidak sanggup lagi bertahan. Nabi Adam tidak mampu.

Lalu, mereka mendatangi Nabi Nuh, meminta seperti apa yang diminta kepada Nabi Adam, namun Nuh tak mampu, lalu merekomendasikan Nabi Ibrahim, dan Ibrahim pun tak mampu berbuat.

"Pergilah kalian menemui Nabi Musa yang Allah berbicara dengannya dan memberinya kitab Taurat," kata Nabi Ibrahim. Manusia lalu berbondong-bondong ketemu Nabi Musa, "Aku bukanlah orang yang berhak untuk itu," jawab Musa, lalu menyaranakan, "Pergilah kalian menemui Nabi Isa Ruhullah, dan Kalimat-Nya".

Ketika manusia menemui Nabi Isa, maka ia menjawab, "Aku bukankah orang berhak untuk itu," lalu memberikan saran, Pergilah kalian menemui Nabi Muhammad seorang hamba Allah yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun akan datang.

Anas berkata, "Rasulullah bersabda, 'Setelah itu mereka datang menemuiku, akupun berkata, akulah orang yang berhak untuk itu. Maka aku pun pergi serta memohon izin menghadap Rabbku, lalu diizikan, maka tatkala aku menghadap, maka aku merebahkan diri untuk sujud, lalu dibiarkan-Nya, aku sujud beberapa lama yang Allah kehendaki, kemudian diserukan kepadaku, 'Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah niscaya kau diberi, dan berilah syafaat niscaya akan dikabulkan'!". (HR. Al-Jama'ah).

Peristiwa ini disebut sebagai "syafa'atul udzma" atau syafaat terbesar dari diri Rasulullah karena diberikan kepada segenap umat manusia tanpa melihat latar belakang agama, suku, bangsa, warna kulit, bahasa dan seterusnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved