UMI
Dosen Hukum UMI Fahri Bachmid Jadi Ahli DPN Peradi dalam Sidang Judicial Review KUHAP di MK
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Dr Fahri Bachmid SH MH menjadi ahli dalam sidang Judicial Review KUHAP.
Masalah pengaturan bantuan hukum untuk pihak saksi tidak ada pengaturannya dalam KUHAP.
Tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan mengenai adanya pengaturan bantuan hukum untuk pihak saksi.
Dalam kenyataannya hukum pidana materil dan formil hanya lebih menekankan kewajiban saksi daripada hak-haknya hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 224 dan Pasal 522 KUHP.
Fahri Bachmid menekankan, prinsip-prinsip due process of law dengan sendirinya melekat pada setiap manusia, yang melindungi dia dari tindakan sewenang-wenang (arbitrary), menindas (oppresive) dan tindakan pemerintah yang tidak adil (unjust government actions).
Jika proses penegakan hukum mengakibatkan pengingkaran terhadap prinsip fairness maka telah terjadi pelanggaran terhadap due process of law, yang dapat mengakibatkan dihukumnya orang yang tidak bersalah.
Dalam sistem peradilan pidana, keadilan akan lebih tercapai apabila prosedur yang benar dilaksanakan atau diikuti.
Baca juga: Gugatan Arsyad Kasmar-Andi Sukma Sudah Diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi
Prosedur due process of law memegang peranan penting karena ia membatasi teknik-teknik penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian, membatasi tindakan dari penuntut umum, dan mengarahkan bagaimana peradilan pidana dilaksanakan.
Prosedur due process of law memberikan hak kepada tersangka/terdakwa bahkan saksi untuk diperlakukan adil.
Proses hukum yang adil termasuk di dalamnya hak untuk didengar, melakukan pembelaan diri, pengakuan atas kesamaan kedudukan dalam hukum, dan penghormatan terhadap asas praduga tidak bersalah.
Fahri menilai objek pengujian materiil pada Permohonan a- quo, Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi:
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”
telah secara nyata/aktual menimbulkan kerugian materiil bagi Para Pemohon dan Pihak Terkait serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada hakekatnya secara elementer bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sepanjang tidak diberikan pemaknaan konstitusional bersyarat termasuk mencakup Saksi dan Terperiksa.(*)
Baca juga: Kalah di Sidang Praperadilan, Habib Rizieq Shihab Bakal Ajukan Judial Review ke Mahkamah Konstitusi