Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Politik Identitas dalam Perspektif Filsafat Cinta

Hal ini tak lepas dari paradigma yang mendepankan primordialisme baik dalam aspek identitas kebudayaan, agama mau pun aspek identitas profesi.

Editor: Sudirman
Saifullah Bonto
Saifullah Bonto, Mahasiswa S2 Ilmu Politik Universitas Padjaran/Kader IMM Sulawesi Selatan) 

Dalam cinta, berlaku hukum universalitas bahwa kita semua sama, sama-sama memiliki identitas kemanusiaan (Gunawan, 2019).

Konsep cinta yang dijelaskan oleh beberapa ahli tadi sangat berperan penting jika kita bawa masuk ke dalam ranah perhelatan politik, khususnya yang akan dihadapi oleh kader-kader IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Sulawesi Selatan pada Musyawarah Daerah Oktober 2022 mendatang.

Para kandidat yang bersaing nantinya diharapkan tidak lagi berangkat dari sentimen identitas primordialisme.

Semisal menggiring kader-kader agar memilih harus berdasarkan kampus PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) atau Non-PTM, memilih kandidat Calon Ketua Umum (Caketum) harus berdasarkan dari Kota Madya atau bahkan memilih kandidat Caketum harus berdasarkan fakultas-fakultas tertentu dari suatu kampus.

Jika hal seperti demikian terjadi, maka kekhawatiran akan terciderainya perhelatan Musyda DPD IMM Sulsel sedikit banyaknya tentunya tak bisa dihindari.

Persaingan yang tadinya hanya dalam konteks memperaruhkan visi-misi, terpolarisasi oleh isu-isu primordialisme.

Kader-kader nantinya cenderung tidak mengedepankan objektivitas dalam memilih calon pemimpinnya tapi berdasarkan subjekvitas yang didasari ego identitas kelompok tertentu.

Pola-pola seperti ini seolah-olah menggambarkan kondisi politik kepartaian yang menurut tafsiran Mohammad Hatta (2014) tidak berdasarkan prinsip the right man in the right place.

Kandidat Caketum yang nalar politiknya dilandasi dengan sentimen identitas apabila terpilih nantinya akan berpotensi tidak menempatkan komposisi-komposisi pimpinan tidak pada tempatnya, tidak memperdulikan skill dan rekam jejak calon pimpinan.

Asal dia punya kesamaan sentimen identitas maka akan tetap ter-cover menjadi pimpinan meski realitanya tidak memiliki skill di bidang yang akan ditempatinya.

Sentimen identitas seperti yang dijelaskan tadi harus disikapi dengan bijak oleh para kandidat Caketum karena tak bisa dinafikan akan selalu ada oknum-oknum individu mau pun kelompok atau bisa jadi Caketum itu sendiri yang masih mengedepankan identitas primordialnya dalam setiap kontestasi pencarian pemimpin.

Lebih lanjut, para kandidat Caketum juga seyogianya harus berangkat dari ide-ide matang yang dianggap mampu memberikan perbaikan organisasi dan menumbuhkan ranting-ranting kebaikan, menyajikan narasi-narasi persatuan serta menjadikan perbedaan sebagai jalan cinta untuk berfastabiqul khairat.

Kandidat Caketum DPD IMM Sulsel harus mampu membangun cinta terhadap sesama yang menjalin relasi tanpa pandang bulu baik dalam lingkup daerah, suku mau pun background kampusnya.

Kualitas komunikasi ke atas (elit/senior IMM) sama pentingnya dengan kualitas komunikasi ke bawah (warga IMM) sehingga bisa menciptakan harmonisasi dan kolaborasi.

Karena ke depannya siapa pun dari mereka yang terpilih nantinya, mereka bukan lagi Ketua
Umum dari asal-usul terkecilnya tapi Ketua Umum untuk semua daerah dan kampus dalam lingkup DPD IMM Sulawesi Selatan.(*)

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved