Opini Tribun Timur
Politik Identitas dalam Perspektif Filsafat Cinta
Hal ini tak lepas dari paradigma yang mendepankan primordialisme baik dalam aspek identitas kebudayaan, agama mau pun aspek identitas profesi.
Berbagai elemen identitas pada saat itu baik identitas budaya, agama mau pun profesi meleburkan diri dalam satu identitas yakni atas nama prikemanusiaan, kesamaan nasib yang ingin lepas dari kungkungan penjajah.
Jika masyarakat pada saat itu cenderung masih mengedepankan identitas primordialnya dan masih membeda-bedakan, maka tujuannya tidak akan tercapai malah akan terus terjadi konflik sosial diinternal.
Cara berfikir membeda-bedakan berdasarkan asal-usul atau paradigma primordialisme ini kata Prof Yunahar Ilyas (2019) adalah paradigma iblisisme.
Iblis mengedepankan asal-usul penciptaannya yang berasal dari api dan merasa paling hebat sehingga menolak untuk menghormati Adam (manusia pertama) yang asal-usul penciptaannya dari tanah.
Cara berfikir seperti ini akan membuat individu atau sekelompok orang cenderung memandang rendah
individu-individu atau kelompok-kelompok lain yang menjurus pada rasisme, intoleran dan konflik-konflik sosial lainnya.
Patologi-patologi sosial ini dapat diminimalisir jika salah satu fokus kajian filsafat bisa dikejawantahkan dalam kehidupan bermasyarakat yakni cinta atau mahabbah.
Cinta atau mahabbah (hubbun) menurut salah satu alim ulama Indonesia Adi Hidayat (Hidayat, 2017)
memiliki makna “benih yang baik”.
Artinya, benih yang baik akan menumbuhkan hal-hal yang baik pula.
Bahkan cinta dalam pandangan filsuf Indonesia Fahruddin Faiz ((2021) menerangkan bahwasanya puncak kebenaran dan kebaikan itu ada pada cinta karena cinta adalah nilai hirarki tertinggi dalam kehidupan.
Erich Fromm (dalam Loka & Yulianti, 2019) memiliki semacam konsep cinta yang dapat mengikis ego primordialisme dan cara berfikir yang cenderung membeda-bedakan.
Fromm menyebutnya sebagai cinta terhadap sesama, menurutnya, jenis cinta ini merupakan pondasi dari semua jenis cinta.
Kepedulian, rasa hormat, pemahaman terhadap sesama dan upaya untuk melestarikan kehidupan merupakan cara kerja dari jenis cinta ini.
Cinta terhadap sesama ini menciptakan solidaritas dan keutuhan manusia. Perbedaan asal-usul tak begitu berarti jika dikomparasikan dengan identitas diri sebagai manusia.
Cinta juga merupakan kenyataan universal. Relasi dalam cinta adalah relasi yang menunjukkan harmonisasi, tak ada kebencian antar sesama manusia.
Relasi dalam cinta tak memperdulikan gender, suku, agama mau pun status sosial.