Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Abdul Gafar

Opini Abdul Gafar: Panik

Rakyat di negeri ini sudah terlatih menghadapi situasi panik jika terjadi sesuatu yang tiba-tiba berubah.

Dok Pribadi
Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar 

Oleh: Abdul Gafar
Pendidik di Departemen
Ilmu Komunikasi Unhas Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - Rakyat di negeri ini sudah terlatih menghadapi situasi panik jika terjadi sesuatu yang tiba-tiba berubah.

Hal ini karena memang sudah dibiasakan mendengar informasi yang disampaikan terus-menerus.

Rakyat sudah kuat, sehingga apapun yang terjadi sesuai keinginan pemerintah, mereka tetap terima.

Sebagai contoh ketika pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik atau bahan bakar minyak, tidak ada gejolak.

Kalau toh ada, paling dianggap angin lalu saja. Toh, pada akhirnya mereka ikuti juga.

Dulu-dulu jika ada rencana kenaikan harga bahan bakar minyak, maka mereka yang duduk sebagai wakil rakyat pasti akan ‘menggonggong’ terus-menerus.

Bahkan ada yang rela menangis jika pemerintah tetap ngotot menaikkan harga bbm tersebut. Tetapi kini, mereka yang katanya wakil rakyat tampaknya sudah tidak segarang dulu lagi.

Bahkan dalam beberapa keputusan terlihat wakil rakyat bergandengan mesra dengan pemerintah.

Cukup memerlukan waktu yang singkat, keputusan telah dikeluarkan.

Walaupun rakyat sudah terbiasa dengan keputusan-keputusan yang mengejutkan, namun yang namanya panik tetap menjadi perhatian yang utama.

Baru-baru ini ketika pemerintah baru meniup-niupkan rencana kenaikan BBM, rakyat sudah rela bersusah payah mengantri untuk mengisi BBM di SPBU. Mengularlah kendaraan yang akan mengisi BBM di banyak SPBU.

Setelah terjadi antrian panjang, eh, ternyata tidak terjadi kenaikan harga BBM.

Tetapi dalam waktu singkat keadaan berubah, pemerintah dengan berani mengumumkan kenaikan BBM di siang hari.

Akibatnya, ramai lagi pembeli BBM.

Sebagai barang yang sangat dibutuhkan, ada SPBU yang memasang pengumuman bahwa stok lagi habis. Padahal mungkin saja mereka menunggu kenaikan harga, kemudian menjualnya lagi. Spekulator yang cerdik melihat kesempatan dalam kesempitan.

Beberapa puluh tahun lalu, penulis sempat merasakan situasi seperti itu.

Timbul rasa panik dengan rencana kenaikan harga BBM. Waktu itu selalu dinyatakan tengah malam keberlakuannya oleh pemerintah.

Malam itu penulis sempat terpengaruh oleh situasi tersebut. Maka penulis mengendarai sepeda motor bebek yang kapasitas tangkinya mungkin hanya mampu menampung 4 liter.

Luar biasa perjuangan malam itu. Antrian begitu panjang dengan aneka jenis kendaraan.

Malam itu jam mulai mendekati pukul 24.00. Pemberlakuan harga baru BBM akan dimulai pukul 00.01. Tampaknya antrian kendaraan masih panjang, waktu telah berpindah ke hari berikutnya.

Akhirnya penulis kembali ke rumah tanpa sempat mengisi BBM karena telah berlaku harga baru. Sebuah pengalaman yang sangat mengesankan.

Hanya untuk mendapatkan 4 liter terpaksa menunggu berjam-jam, akhirnya tidak jadi juga diisi.Sebuah tindakan yang tidak rasional.

Rela menunggu berjam-jam di malam hari yang dingin, ternyata hasilnya harga baru menanti. Padahal selisih harganya tidak terlalu tinggi.

Sekarang, naiknya cukup drastis, masyarakat tetap ke SPBU.

Konon pemerintah harus subsidi hingga ratusan triliun rupiah untuk BBM.

Misalnya saja pertalite perliter seharga Rp. 7.650. Seharusnya untuk mencapai harga keekonomian mestinya dijual sekitar Rp.14 ribuan. Artinya, pemerintah terpaksa menyubsidi sekitar Rp.6 ribuan.

Sekarang setelah dinaikkan menjadi Rp. 10 ribu, artinya pemerintah tetap menalangi sekitar Rp. 4 ribuan perliter.
Kenaikan harga BBM ini pasti diikuti oleh ‘penyesuaian’ harga barang-barang lainnya.

Konon katanya, harga BBM kita masih lebih rendah dibanding negara-negara lainnya di Asean. Tetapi jangan lupa, berapa PDB perkapita mereka dibandingkan kita.

Kelompok yang paling sensitif adalah kalangan mahasiswa. Baru direncanakan kenaikan BBM, mereka sudah berdemo.

Sekarang telah dinaikkan, apakah masih ingin berdemo menurunkan harga BBM ?
Kita akan saksikan hasilnya . (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved