Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramai-Ramai Tolak Kenaikan BBM, Hanura Sulsel Tak Bergeming

Amsal Sampetondok mengutarakan rencana pemerintah menaikkan BBM adalah isu nasional. Sehingga menurutnya DPP lah yang pantas memberi komentar

Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Waode Nurmin
Pertamina
Ilustrasi - Ditengah rencana pemerintah menaikkan harga BBM, DPD Hanura Sulsel memilih tidak banyak berkomentar 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mahasiswa dari berbagai kampus di Makassar turun berunjuk rasa di beberapa titik, Senin 29 Agustus 2022 kemarin.

Gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Sulsel tak luput dari sasaran pengunjuk rasa.

Bukan hanya mahasiswa dan organisasi aktivis di masyarakat, sejumlah ketua partai di Sulsel juga menyatakan sikap menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Sementara Ketua DPD Hanura Sulsel Amsal Sampetondok tak bergeming dengan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi serta penolakan berbagai kalangan.

Menurutnya kenaikan harga BBM bersifat nasional.

Sehingga yang memiliki kewenangan, kata dia, ada pada pusat.

Hanura tingkat daerah, lanjut dia, tidak ingin menanggapi isu yang bersifat nasional.

"Kalau sifat nasional, biar DPP yang komentar, bukan DPD," katanya kepada Tribun-Timur.com, Selasa (30/8/2022).

Sebelumnya Ketua DPW PKB Sulsel Azhar Arsyad mengatakan mencabut subsidi BBM dianggap bertentangan dengan undang-undang dasar (UUD).

"Pencabutan subsidi BBM bersubsidi adalah tindakan yang bertentangan dengan UUD pasal 33 ayat 2," kata Azhar Arsyad.

UUD pasal 33 ayat 2 menyebutkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Ia berpendapat pencabutan subsidi ini juga bermakna menjauhkan negara dari rakyat.

Ketua DPW PKS Sulsel Amri Arsyid juga menyebutkan jika harga BBM naik, otomatis akan berpengaruh pada kenaikan harga barang kebutuhan lain.

"Kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi dua hal, pertama biaya angkut dan biaya produksi terutama bahan bakar mesin diskala industri kecil menengah," kata Amri Arsyid.

Sehingga ia mengusulkan kepada pemerintah agar membatasi dan meningkatkan pengawasan distribusi.

Menaikkan harga BBM bersubsidi, kata dia, bukan opsi yang tepat untuk saat ini.

Membatasi dan meningkatkan pengawasan distribusi adalah opsi realistis untuk mengatasi dilema yang dihadapi pemerintah terkait pengadaan dan pendistribusian BBM bersubsidi.

"Pemerintah harus cepat mengambil keputusan agar tidak ada pihak tertentu yang berspekulasi terkait isu kenaikan harga BBM bersubsidi ini," katanya.

"Semakin cepat keputusan tersebut diambil maka semakin baik bagi semua pihak terkait," Amri Arsyid menambahkan.

Senada dengan Ketua DPD Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras yang menilai kenaikan harga BBM bisa memicu inflasi di Sulsel jika benar-benar diterapkan pemerintah.

Hal ini akan berdampak pada prioritas barang konsumsi.

Seperti tarif transportasi umum, hingga biaya produksi dan distribusi bahan pokok.

"Rencana kenaikan BBM ini berpotensi memicu inflasi hingga 7 persen. Itu menunjukkan ketidakstabilan keadaan, makanya perlu pembatasan pengeluaran harus dilakukan secara optimal," kata Andi Iwan Darmawan Aras.

Ketua DPW PPP Sulsel Imam Fauzan Amir Uskara juga menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Ia mengatakan pemerintah seharusnya mendengar jeritan masyarakat di tengah situasi pandemi.

"Dari awal kami sudah sampaikan, masyarakat belum 100 persen normal pasca pandemi," katanya.

"Pemerintah pusat harus mendengar suara masyarakat yang menolak kenaikan BBM ini," ia menambahkan.

Pria kelahiran Makassar 26 tahun lalu itu menyebutkan kenaikan BBM bersubsidi akan berdampak besar bagi masyarakat.

Seperti biaya produksi di segala aspek, kata dia, pasti juga akan ikut naik.

Selain itu, menurut dia, bahan pokok juga akan mengalami kenaikan.

"Sangat berdampak di sektor ekonomi," katanya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved