Pernikahan Dini
Pemkab Enrekang Klaim Punya Cara Jitu Cegah Pernikahan Dini, Butuh Peran Masyarakat Sosialisasi
Data yang diperoleh Tribun-Timur dari Pengadilan Agama Enrekang, terdapat 64 kasus dispensasi kawin sepanjang tahun 2022 ini.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh. Irham
ENREKANG, TRIBUN-TIMUR.COM - Angka pernikahan dini masih kerap terjadi di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Kamis (25/8/2022).
Data yang diperoleh Tribun-Timur dari Pengadilan Agama Enrekang, terdapat 64 kasus dispensasi kawin sepanjang tahun 2022 ini.
Pada tahun 2018 tercatat 29 kasus, tahun 2019 ada 28 kasus, 2020 sebanyak 116 kasus, hingga 2021 mengalami signifikan dengan 125 kasus.
Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Burhanuddin menanggapi masalah ini.
Dia menjelaskan, kasus pernikahan dini bisa saja teratasi kalau orang tua memberi pengawasan dan bimbingan khusus pada anaknya.
"Dibutuhkan kebijaksanaan orang tua, termasuk membendung pemanfaatan media sosial (medsos) bagi anak di bawah umur," katanya.
Lanjut Burhanuddin, peran orang tua sangat penting juga membatasi anak dari pengaruh lingkungan sekitar.
Kendati demikian, dia mengklaim telah membuat program untuk mencegah kasus pernikahan usia anak di bawah umur.
"Kami selalu memberi pelayanan kepada masyarakat, dengan membentuk enam puluh forum anak di setiap desa. Kami juga bekerja sama stakeholder, maupun organisasi untuk mensosialisasikan program tersebut," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Massenrempulu (LBH Maspul), Hendrianto Jufri membantah adanya program dari dinas PPPA Kabupaten Enrekang.
"Tindakan yang dilakukan oleh dinas PPPA hari ini, hanya fokus penanganan kasus kekerasan pada anak, tapi dalam hal menekan angka pernikahan usia anak dini itu belum," katanya.
Terlebih Hendrianto memasalahkan Peraturan Daerah (PERDA) No 7 Tahun 2018 tentang perlindungan perempuan dan anak yang telah disahkan.
"Peraturan daerah ini yang telah disahkan belum ditindak lanjuti sampai pembuatan peraturan bupati (perbup)," ungkapnya.
Ia menjabarkan, soal minimnya koordinasi dari dinas terkait terhadap lembaga-lembaga bantuan hukum ketika ada peristiwa.
"Kami jarang dilibatkan pemerintah ketika ada kasus-kasus kekerasan maupun perlindungan pada anak," katanya.
