Polisi Tembak Polisi
Opini Mulawarman: Ferdy Sambo dan Reaktualisasi Budaya Siri Na Pacce
Polemik seputar budaya siri na pacce mengemuka di Sulsel menyusul kasus polisi tembak polisi yang membuat Ferdy Sambo tersangka
Ferdy Sambo dan Reaktualisasi Budaya Siri Na Pacce
Oleh: Mulawarman
Alumnus Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Berita tentang polisi tembak polisi terus menjadi perhatian publik, menyusul ramai pemberitaan setiap hari di media.
Kasus polisi tembak polisi pun terus berkembang.
Yang terakhir adalah dengan ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai salah satu tersangka dari otak pembunuhan Brigadir J.
Sebelumnya Polri telah menetapkan tersangka lainnya, yakni Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Fuad Maruf.
Berbagai analisis muncul ke permukaan terkait penyebab aksi keji tersebut. Mulai dari isu perselingkuhan hingga motif dendam.
Irjen Ferdy Sambo sendiri, menurut hasil pemeriksaan pada Bareskrim Polri, menyebutkan bahwa pihaknya mengaku marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya, Putri Chandrawathi yang mengaku mendapat tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga oleh Brigadir J di Magelang.
Selasa (16/8) kemarin melalui Podcast Akbar Faizal Uncensored, Menteri Mahfud MD juga turut menyampaikan bahwa Sambo merasa teraniaya, dihina, dan dizalimi dengan aksi yang dilakukan pengawalnya itu. “Saya tembak saja,” kata Mahfud MD menirukan Ferdi Sambo saat bertemu dengannya dan Kompolnas RI.
Tulisan ini mencoba memotret fenomena masyarakat sebagai akibat dari merebaknya pemberitaan Irjen Sambo, dalam kaitannya dengan perspektif budaya siri' na pacce. Polemik tindakan Sambo antara budaya dan hukum, serta sejauhmana tantangan reaktualisasi atau pentingnya menerjemahkan ulang budaya siri' na pancce dalam konteks zaman sekarang.
Polemik Masyarakat
Sejak kasus Ferdy Sambo ramai di media nasional, masyarakat di Sulsel tampaknya tidak mau ketinggalan untuk ikut memberikan responnya. Apalagi mengingat Sambo adalah orang Sulsel, terutama terkait dengan sikap Sambo yang secara berani mengungkapkan aksinya di hadapan publik.
Di level lokal, buntut dari viralnya kasus Ferdy Sambo adalah munculnya polemik seputar budaya siri na pacce.
Masyarakat Sulsel terbelah, antara yang mendukung dan menolak. Masyarakat yang menolak menyebut bahwa apa yang dilakukan Ferdy Sambo bukan sebagai bentuk budaya siri', terlebih lagi dengan dampak dari kasus itu, melibatkan banyak perwira polisi dari pangkat rendah, menengah, hingga bintang satu.
Ikut menanggung perbuatannya. Terakhir pihak kepolisian menempatkan 24 polisi di tempat khusus karena diduga melakukan pelanggaran kode etik atau pidana terkait dengan kasus Ferdy Sambo ini.
Padahal budaya Siri Na Pacce erat kaitannya dengan penegakan harga diri, yang dilakukan oleh tangan sendiri, tanpa melibatkan orang lain.