Opini Abdul Karim
Citayam Fashion Week: Ekspresi Kaum Rudin dan Upaya Penyingkirannya
walau mereka kaum rudin, terbukti mereka sukses merintis fashion diruang bebas, di kawasan SCBD, Dukuh Atas, Jakarta disebut Citayam Fashion Week.
Namun fenomena CFW terlanjur menular ke sejumlah kota, seperti Malang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Depok dan Makassar.
Di kota Makassar, fashion week diatas aspal, di ruang terbuka juga diupayakan.
Letaknya, di kawasan CPI. Di atas daratan buatan elite itu, sejumlah muda-mudi berlenggak lenggok dengan busana berkelas bak model papan atas.
Tetapi CFW dan fenomena fashion week di kota-kota itu tetap saja berbeda.
Pembeda paling mencolok adalah, para model dadakan yang berlenggak lenggok di kota-kota itu bukanlah kaum rudin seperti Bonge, Roy, Jeje, dan Kurma.
Mereka adalah keturunan kaum mapan tak berdaki yang menjadi “makmum” CFW.
Tak ada makna sosial yang dapat diraup di situ. Bisa saja mereka viral pula, tetapi tentu tak melampaui Bonge, Roy, Jeje, dan Kurma.
Bonge, Roy, Jeje, dan Kurma yang viral dimana-mana dan ditiru di kota-kota hendak dihentikan.
Barangkali banyak pihak yang cemas karenanya. Lantas citra buruk dibangun dan berupaya diviralkan.
Seorang Emak-emak mapan yang berhijab dan berkacamata tampak nongkrong bersama Bonge. Dalam video pendek itu si Emak menawari Bonge untuk kuliah.
Namun diawali dengan pertanyaan-pertanyaan menyudutkan. “Ijazah SD belum ada?, ijazah SMP belum ada?, ijazah SMA belum ada?”
Dengan jujurpun Bonge mengakui belum punya ijazah-ijazah itu. Niat baik si Emak ini sungguh mulia, tetapi dengan menyadari bila video itu disebar rasanya justeru bermakna lain.
Si Emak seolah hendak menunjukkan pada kaum ramai bahwa Bonge dan rekannya adalah kumpulan anak-anak tak berpendidikan.
Barangkali si Emak lupa bahwa sekolah di negeri tak semurah harga kacang. Dan mungkin si Emak pura-pura lupa bahwa makan-minum keluarga Bonge di rumah jauh lebih diperlukan dibanding sekolah.
Sejumlah video pendek lainnya juga beredar. Adegannya, mengejek cara jalan Jeje saat melintas di zebra cross di kawasan SCBD.
Ada pula video artis Ruben dan Ivan Gunawan sedang menginterogasi Roy tentang harga pakaian dan aksesoris yang dikenakannya.
Dari ujung rambut hingga kaki, harganya tak lebih dari 500 ribu rupiah. Dikesempatan lain, Kurma sedang diwawancarai seorang kontent kreator. Ia ditanya harga pakaian dan aksesoris yang dikenakannya.
Pertanyaan-pertanyaan tentang pendidikan, tentang harga pakaian yang mereka kenakan seharusnya tak muncul.
Sebab pertanyaan-pertanyaan itu tanpa disadari akan menkonstruksi citra buruk pada mereka. Dan terbukti, belakangan mereka sering diberi komentar miring oleh nitizen. “Tak berpendidikan, berdaki, kumal” dan sejumlah citra buruk lainnya lalu-lalang di layar medsos kita.
Cepat atau lambat, komentar demikian segera menyingkirkan mereka.
Padahal, peran mereka cukup penting dalam memanfaatkan ruang publik sebagai panggung baru yang setara bagi semua dalam mengekspresikan diri sebagai kaum urban.(*)