Opini Fathur Muhammad
Jejak Khazanah Etnoastronomi 'Tana’ Bulaan' Tana Toraja
Penemuan-penemuan khazanah astronomi di tanah Sulawesi Selatan telah banyak ditemukan melalui tradisi kehidupan sosial masyarakat di berbagai wilayah.
Dari sini muncul kata Tongkongan yang merupakan tempat tinggal penguasa adat sebagai tempat berkumpul.
Seacara fisik dan wujudnya rumah adat Toaraja memiliki ciri khas yang unik, 1) Rumah panggung, 2) atap seperti perahu, 3) tanduk kerbau di bagian tiang utama, 4) Di bagian depan atas terdapat kepalau kerbau, 5) Pada bagian kiri rumah menghadap ke arah barat terdapat rahang kerbau yang pernah disembelih, 6) Berpasangan dengan Alan Sura’, 7)
Menghadap ke utara, 8) Ornamen ukiran.
Bangunan rumah adat Tongkonan ternyata memiliki kosmologi sebagai kepercayaan masyarakat Toraja.
Kosmologi toraja mengklasifikasi alam raya ini ke dalam empat arah mata angin yang dimanifestasikan dalam pembagian ruang secara horizontal.
Arah utara yang disebut Ulunna langi’ serta timur yag disebut matallo adalah tempat baik, sementara bagian selatan yang disebut pallo’na langi dan bagian barat matampu’ identik dengan kedudukan atau kematian.
Arah timur merupakan arah terbitnya matahari yang diasosiasikan dengan lahirnya kehidupan baru serta sumber segala kebahagian, sementara barat tempat matahari terbenam yang diartikan sebagai kesusahan dan kematian.
Bagian utara dianggap sebagai bagian yang paling mulia, dan sebaliknya pada bagian selatan.
Hampir seluruh kawasan toraja sepanjang tahun dialiri oleh air yang mengalir dari utara ke selatan, baik oleh sungai permukaan maupun sebagai awal atau sumber kehidupan, sementara selatan merupakan arah keluarnya berkat.
Selain pengklasifikasian alam raya berdasarkan arah mata angin masyarakat toraja memandang bumi sebagai suatu lempengan luas yang terdiri atas daratan, bukit, gunung, dan sungai yang disangga oleh dewa.
Bumi dibagi menjadi tiga lapisan yaitu dunia atas atau langit, dunia tengah atau permukaan, dan dunia bawah yaitu semua yang ada di dalam perut bumi.
Rumah juga diklasifikasikan menjadi tiga bagian secara vertikal yakni, atap (dunia atas), badan (dunia tengah), dan kolong atau kaki bangunan (dunia bawah).
Dalam literatur lain juga dijelaskan bahwa, Banua Tongkonan selalu dibangun dengan menghadap ke utara agar terhubung langsung degan sang pencipta, yaitu Puang Matua.
Sedangkan arah selatan dihubungkan dengan nenek moyang mereka dan dunia kemudian/puya.
Arah timur dihubungkan dengan kedewaan (deata). Sementara itu, arah barat dikenal sebagai nenek moyag yang didewakan.
Letak Banua Tongkonan tertua berada tepat di ujung barat atau tepat arah matahari terbenam yang diikuti oleh Banua Tongkonan berikutnya secara berturut-turut ke arah timur atau arah matahari terbit.