Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Djusdil Akrim

Mengurai Kemacetan Lalu Lintas di Mamminasata

Sekarang jauh lebih mendesak untuk melanjutkan kembali proyek Jalan Lingkar Mamminasata yang proyeknya sudah bergeliat beberapa tahun silam.

DOK PRIBADI
Doktor Lingkungan, Praktisi Industri dan Dosen Teknik Lingkungan Universitas Bosowa, Djusdil Akrim. Penulis opini Mengurai Kemacetan Lalu Lintas di Mamminasata 

Oleh: Djusdil Akrim

Doktor Lingkungan, Praktisi Industri dan Dosen Teknik Lingkungan Universitas Bosowa

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - “Kereta Sulsel Beroperasi Oktober 2022” https://youtu.be/262xYUAbJ6E.

Begitu postingan berita on line disalah satu group WA. Dari channel youtube yang dilansir oleh pemberitaan CNN Indonesia.

Awalnya saya tidak merespon berita itu! Bahkan hampir saja mengabaikannya.

Terkesan bahwa issue ini tidak menarik, mungkin saya dan publik sudah lelah menunggu kapan moda transportasi massal itu melintas! Padahal rel yang dibangun cuma berjarak 150 km.

Bagaimana kira-kira kalau proyek ini sejauh 1.500 km?? Butuh tiga-empat kali putaran Pilpres baru selesai!

Memang panjang relnya hanya 150 km tapi persoalan yang muncul boleh jadi lebih panjang.

Persoalannya tentu masih klasik adalah pembebasan lahan, apalagi ini route baru. Sedangkan pelebaran jalan poros Makassar-Pare Pare saja, dari satu jalur menjadi dua jalur.

Hingga kini masih menyisakan satu titik lokasi pembebasan yang belum tuntas.

Bila para pengguna jalan jeli dalam berkendara bisa merasakan, adanya penyempitan jalur tersebut dari arah Pangkep menuju Maros.

Tepatnya pada kilometer 32 dari Kota Makassar, di sekitar Barandasi, Kabupaten Maros. Ada “PR” yang menggantung yang perlahan terlupakan.

Baik oleh khalayak, pihak pengguna, warga setempat bahkan Pemerintah Daerah sekalipun, yang mungkin saja berkelik itu proyek Nasional dan sudah menjadi kewenangan Pusat.

Tapi sungguh sebuah “tontonan” yang tidak elok bila negara harus tunduk pada personal.

Paling tidak kepentingan umum dikalahkan oleh kepentingan pribadi.

Memang panjangnya cuma hitungan beberapa mater saja. Tapi problemnya bila terjadi accident atau hal-hal diluar kendali dalam berkendara.

Maka baru semua mata terbelalak dan menyadari bila kita suka memelihara masalah dan lihai dalam menyembunyikan masalah.

Padahal kalau ada pihak yang ingin menginisiasi polemik ini, saya yakin hal itu bisa terselesaikan dengan duduk bersama mencari solusi dan meluruskan niat demi kemaslahatan masyarakat secara umum.

Demikian pula bila kita menengok fenomena kemacetan lalu lintas di wilayah Mamminasata.

Sebagai warga Maros yang berada di Utara, sudah merasakan dalam dua tahun terakhir.

Meskipun kondisi ini sudah dialami lebih awal oleh warga Selatan kota seperti Sungguminasa bahkan juga Takalar. Memang situasinya masih terkendali untuk saat ini.

Tapi dalam jangka 5 hingga 10 tahun kedepan keadaannya pasti berbeda dan boleh jadi semakin semrawut bila tidak ada upaya preventif yang dilakukan.

Tribun Timur edisi, Senin, 21 Maret kembali melangsir berita : Dani Akan Bangun Tol Layang di Atas Laut dan Sungai.

Tentu ini salah satu wacana yang visioner untuk mengurai kemacetan kota sebab faktanya trend jumlah kendaraan terus bertambah.

Memang banyak yang mesti dibenahi termasuk infra struktur, sarana prasarana dan perilaku pengguna jalan.

Apalagi bila perilaku warga tidak mau berubah, semakin memilih kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat.

Tanpa mau beralih untuk memanfaatkan transportasi massal, maka sekali lagi kita mesti siap menghabiskan waktu lebih banyak dijalan.

Penambahan kendaraan setiap tahun yang tidak dibarengi dengan perluasan ruas jalan alternatif secara signifikan.

Otomatis volume kendaraan yang berseliweran dijalan akan semakin padat yang kemudian berpotensi menjadi sumber kemacetan.

Jikalaupun Kota Makassar memiliki site plan jalur yang modern tapi kota penyangga seperti Maros, Sungguminasa dan Takalar tidak dibenahi.

Ibarat masuk kedalam botol yang memiliki dua lubang.

Perjalanan masuk dan keluarpun tersumbat, maksudnya berkendara menuju dan keluar dari Kota Makassar, kondisinya akan sama macetnya seperti fenomena yang terasa saat ini.

Keberadaan infrastruktur jalan tol menjadi salah satu alternatif, apalagi aksesnya bila dimungkinkan dari Makassar langsung ke Pangkep.

Paling tidak Jalur Tol Makassar-Maros yang mulai terasa mendesak. Apalagi kelak setelah  jalur kereta api kelak mulai beroperasi, tentu membutuhkan angkutan inter koneksi bagi para penumpang pengguna kereta.

Sehingga pengguna jasa tersebut merasa nyaman dan memperoleh kemudahan dari transportasi massal yang baru ini.  

Tapi bila tidak dipersiapkan dan dikelola lebih awal? Saya khawatir moda transportasi Kereta Api itu akan bernasib sama dengan BRT (Bus Rapid Transit) yang pernah digagas beberapa tahun yang lalu dan kini menyisakan cuma halte.

Belum lagi beberapa titik dan posisi stasiun keretanya yang berada jauh dari akses jalan.

Kemudian cenderung jauh dari pemukiman dan sulit terjangkau dengan berjalan kaki misalnya. Sehingga calon penumpang masih butuh biaya ekstra atau ongkos tambahan sebelum mencapai stasiun kereta terdekat.

Memang harus diakui bahwa kehadiran kendaraan roda dua dan roda empat dijalan. Salah satunya berperan sebagai sarana pokok dalam melakukan aktifitas mata pencaharian.

Terutama sejak dimasa pandemi hingga era new normal saat ini yang sangat membantu warga.

Terkait pembatasan mobilitas yang membuka peluang profesi jasa antar, kurir paket serta delivery service.

Perilaku konsumen cenderung tidak berubah pasca pandemi dan aktifitas sektor jasa layanan antar terus tumbuh dan menyerap tenaga kerja yang relatif besar.

Maksudnya pembatasan pergerakan kendaraan seperti penerapan plat ganjil-genap belum terlalu mendesak di wilayah Mamminisata.

Salah satu pertimbangan karena beragamnya aktifitas sektor bisnis yang membutuhkan support fasilitas berupa kendaraan.

Sekarang jauh lebih mendesak untuk melanjutkan kembali proyek Jalan Lingkar Mamminasata yang proyeknya sudah bergeliat beberapa tahun silam kemudian terhenti sejak pandemi.

Kehadiran Jalan lingkar tersebut akan mengurai kemacetan lalu-lintas karena memberi akses pengguna jalan dari Maros ke Gowa dan Takalar, serta sebaliknya. Tanpa melintas di pusat Kota Makassar.

Selanjutnya mengedukasi warga untuk beralih memakai tranportasi umum yang sudah tersedia seperti TEMAN Bus (Transportasi, Ekonomis, Mudah, Aman dan Nyaman).

Tapi angkutan umum yang menggunakan teknologi telematika yang andal dan berbasis non tunai ini.

Masih perlu upaya promosi dan strategi yang jitu khususnya bagi kaum millenial, seperti para pelajar dan mahasiswa untuk menggunakan fasilitas tersebut! Sejatinya Bus “puyuh” Bertingkat, dizaman penulis dulu pernah mendapat hati di masyarakat.

Namun kebijakan transportasi yang tidak sustain! Sehingga kita harus mulai dari awal lagi. Allahu Alam.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved