Opini Lutfie Natsir SH MH CLa
Penerapan Azas Hukum Fiktif Positif dalam Tata Kelola Pemerintahan
Keputusan fiktif lahir sebagai sarana untuk memberikan ruang bagi publik agar dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Tanpa dasar peraturan perundang-undangan, tindakan hukum pemerintah akan dikategorikan sebagai tindakan hukum tanpa kewenangan dan dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sah (onrechtmatig).
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, Tindakan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya dalam melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret/ faktual (materieele daad) dikenal dengan Tindakan Administrasi Pemerintahan (Tindakan), Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menyebutkan Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara selain memeriksa, mengadili dan memutus Perbuatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan/Keputusan Tata Usaha Negara (beschikkingsdaads) juga memeriksa, mengadili dan memutus Tindakan Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara lainnya dalam melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret / faktual (materieele daad).
Terminologi fiktif positif tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang Undang Administrasi Pemerintahan, istilah ini merupakan fiksi hukum yang digunakan untuk mempermudah konstruksi hukum dalam Pasal 53 Undang Undang Administrasi Pemerintahan.
Fiksi hukum yang dianut dalam Undang Undang Administrasi Pemerintahan diam berarti mengabulkan (disebut keputusan/ tindakan fiktif positif).
Demikian sekedar disampaikan semoga menjadi Amal Ibadah disisi Allah SWT, Jazakallahu Khairan, Wallahu A’lam Bishawab.(*)