Arqam Azikin: Buku Madjid Sallatu Inspirasi Lahirkan Sistem Pemerintah Utuh
fakta tidak bisa dibohongi, kita bisa bayangkan, pilkada itu melahirkan kepada daerah yang bisa mengancam kepala dinas, camat, lurah
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM,MAKASSAR - Akademisi Universitas Muhammadiyah Makassar Arqam Azikin menyampaikan buku karya Abdul Madjid Sallatu memberi inspirasi dalam melahirkan sistem pemerintahan utuh.
Hal itu disampaikan dalam diseminasi buku: Abdul Madjid Sallatu di Hotel and Convention Centre Universitas Hasanuddin, Senin (13/6/2022) pagi.
Diskusi buku digelar secara blended, dan disiarkan langsung melalui Youtube Tribun Timur.
Aqram diberi kesempatan pertama membedah buku Abdul Madjid.
"Bagi saya buku kak majid jadi inspirasi kita semua bagaimana melahirkan kembali sistem pemerintah utuh, melayani publik, sejahterakan rakyat, transparansi, akuntabilitas. Repot jadinya karena sistem politik ganggu semua ini," kata Arqam.
Arqam mengatakan, ia ditunjuk membaca dan membahas buku itu. Ia mengaku terhormat jadi pembicara dalam forum besar dan diikuti sejumlah tokoh.
"Kami bertiga tidak bayangkan tidak sebesar ini forumnya. Saya masuk ruangan, bagaimana caranya menyampaikan, Kak Majid sampaikan saja apa adanya," katanya.
Ia mengulas halaman Bate Salapang itu sebagai pengamat politik kebangsaan.
"Apakah konteks Bate Salapang Kak Madjid itu masih sama hari ini, integritas, profesionalitas dalam menjalankan pemerintahan. Yang rumitnya sekarang, yang ganggu pemerintahan itu adalah sistem politik itu sendiri," katanya.
"Tabe ini sistem politik menurut saya sudah salah arah, ini berbahaya, dalam konteks, saya studi doktor tentang politik hukum pertahanan negara," lanjutnya.
Ia mengatakan, jika politisi negara, secara nasional, kita tidak ubah lagi sistem politik ini, ini justru rusak tatanan pemerintahan kita jangka panjang.
Ia berpandangan, hari ini sudah kelihatan jelas, fakta tidak bisa dibohongi, kita bisa bayangkan, pilkada itu melahirkan kepada daerah yang bisa mengancam kepala dinas, camat, lurah, dan segala macam.
"Tidak disuruh dia jadi tim sukses dia juga bingung, karena berhadapan sistem politik seperti ini. Kebayang tidak para camat, lurah, kepala dinas dia ditugaskan cari suara di politik, berarti rusak sistem ini," katanya.
Arqam mengatakan, kalau kampus tidak bersuara, analis akademisi tidak bersuara, ia meyakini rusak terus sistem politik ini.
Terus, kata Arqam, siapa kita harapkan katanya mau demokrasi maju, tidaklah.
"Kak Madjid mohon maaf. Ini bukan demokrasi, saya anggap ini dekorasi politik, pemerintahan jadi pelengkap penderita dari sistem politik," katanya.
"Kalau kita tidak ubah ini dengan modifikasi sistem model politik modal baru, komparasi orde baru, dengan modifikasi sistem hari ini. Kalau orde baru saya satu letting Bung Sawedi di 1990 Fisip Unhas. Kami tidak pernah memilih bupati, wali kota, gubernur, sampai presiden, karena pilkada 2005, pilpres 2004," ujarnya.
Arqam mengenang, bersama Selle KS Dalle sebagai aktivis era 1998, apakah demokrasi waktu itu mundur atau demokrasi kita maju.
"Ruang terbuka di reformasi 1999, Pak habibie presiden pelaksana pemilu pertama reformasi, ini berulang pertama. Karena pemilu 1955 100 sekian parpol. Sekarang para elite politik negosiasi PT 4 persen, ada ke 7 persen. Capres 0 persen, atau 20 persen," katanya.
Arqam menilai, perdebatan, titik kulminasi paling krusial bagi bangsa ini istilah oligarki rusak sampai ke daerah, karena cukong politik seret calon pemimpin ada di remote kontrol mereka.
"Terus siapa kita bayangkan bangun Sulsel dengan jumlah hasil tanda petik pilkada gubernur habiskan anggaran hampir Rp500M, Jabar Rp1,3T. Pertanyaan menarik Gubernur bupati wali kota kita pilih dengan konteks APBD Makassar hampir Rp60M, benarkah pemerintahan bisa jalan dengan baik?" katanya.
Menurutnya, tidak ada jaminan. Ia pun mengutip, nanti dilihat bisakah menjabat, bisakah makmurkan rakyat. Bagi Arqam, ia mengartikan sistem ini rusak tatanan pemerintah, sampai tatanan sosial.
"Lewat buku Kak Madjid jadi implementasi layanan publik, itu rumit tergantung pemimpinya. Kalau camat layani publik netral, kalau ada telepon, wah itu repot, ada teman saya beda partai berkuasa, ditelpon, karena dia berseberangan dengan pilkada kemarin. Ya sudah dikasih rumit urusannya, ini banyak faktanya, di kampung ,dihalangi urus PBB," katanya.
"Bagi saya buku Kak Madjid jadi inspirasi kita semua bagaimana lahirkan kembali sistem pemerintah utuh, layani publik, sejahterakan rakyat, transparansi, akuntabilitas, repot jadinya karena sistem politik ganggu semua ini. Saya ujung pangkalnya, kalau sistem politik tidak diubah segera, ini bisa rusak tatanan jangka panjang, tergantung kepala pemerintah, masalahnya kepala pemerintah diremote oleh partai politik. Apa artinya, perbaikan ke depan, akan kita perbaiki kita optimis. Kalau tidak diawali desain elite politik di tingkat negara, ya akan berimbang sampai ke daerah, karena daerah nikmati cucuran dari regulasi uu dari elite pusat," lanjut.
Selengkapnya tonton di Youtube Tribun Timur.