Opini Anwar Arifin AndiPate
Pancasila Tanpa Buku Teks
Pancasila lahir dari masyarakat sendiri, yang sangat releigus,kekeluargaan-gotong royong (kolektif), prularis (binneka) bersifat orisinal (asli).
Oleh: Anwar Arifin AndiPate
TRIBUN-TIMUR.COM - HARI lahir Pancasila” 1 Juni 2020 diperingati di Ende Nusatenggaara Timur yang dihadiri Presiden Joko Widodo. Tanggal 7 Juni 2020 Presiden Joko Widodo melantik Penguruss Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) periode 2022-2027, dengan Ketua Dewan Pengarah, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
Rangkaian acara itu, pada dasarnya ingin “membumikan Pancasila”.
Hendaknya diingat Pancasila sebagai “Ideologi Tengah” yang juga sering disebut filsafat politik, tidak punya “BUKU TEKS” atau semacam “kitab suci” seperti “Declaraations of American Independen” di Ameerika Serikat atau “The communist Manifest” (Manifesto Komunis) di Uni Soviet.
“Declaraations of American Independen” adalah kaarya Thomas Jefferson dan Thomas Paine (1776).
Sedangkan “The communist Manifest” (Manifesto Komunis) adalah karya Karl Marx dan Engel (1848) adalah semcam antitesis “Declaraations of American Independen”.
Pancasila sebagai Ideologi Tengah, lahir dari areana politik gagasan pemikir Indonesia yang religius di tengah konfigurasi ideologi dunia sebagai konsensus para pejuang dan pemikir Nasionalis Islamis dengan Pemikir Nasionalis Sekuler yang mayoritas Muslim dengan dukungan Nasionalis non-Muslim.
Pancasila lahir dari masyarakat sendiri, yang sangat releigus,kekeluargaan-gotong royong (kolektif), prularis (binneka) bersifat orisinal (asli), tapi tidak dipaparkan dalam satu “BUKU TEKS”.
Pancasila dapat disebut sebaagai sintesis dari ideologi besar yang ada didunia berdasarkan kondisi sosial kultural rakyat Indonesiaa yang miskin, bodoh, dan sakit-saakitan (96 persen dari 72 juta penduduk) dan mayoritas beragama Islam (88 persen) di samping beragama Kriten (3 persen), Katolik (3 persen), Hindu (2 persen ), Budha, Konghocu dan lainnya (1 persen ) yang hidup dalam masyarakat agraris.
Penduduk tersebut terdiri atas 1.340 suku, yang memakai 746 bahasa, dan mendiami 16.056 pulau bernama, di sepanjang khaltulastiwa antara benua Asia dan Australia dan antara lautan Pasifik dan Hindia.
Posisi Pancasila Ideologi Tengah antara lain dijelaskan Presiden Soekarno kepada semua pemimpin bangsa yang hadir dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 30 September 1960 di New York Amerika Serikat.
Melalui Pidato itu terlihat jelas Pancasila tidak menganut individualisme dan kapitalisme yang menghalalkan pasar bebas secara total yang dikenal sebagai “Ideologi Kanan” dalam konsepsi “Negara Jaga Malam”.
Sebaliknya Indonesia juga tidak menganut Kolektivisme ala Komunis yang dikenal sebagai “Ideologi Kiri” yang ‘mengharamkan pasar bebas’ dan menghendaki peran negara secara total (totaliter) dalam konsepsi “Negara Kekuasaan”.
Pancasila memuat gagasan dan nilai-nilai yang memadukan peran negara dan peran swasta sebagai “jalan tengah”, sesuai dengan “demokrasi politik” yang dipadukan dengan “demokrasi ekonomi” dalam konsepi ‘Kedaulatan Rakyat’ atau ‘kerakyatan’ dan konsepsi “Negara Pengurus” atau “Negara Kesejahteraan”.
Indonesia juga menganut Politik Luar Negeri Bebas Aktif atau “Non Blok” Pancasila juga mengandung nilai-nilai ‘Teosentris’ dengan menghormati nilai-nilai ‘Antroposentris’ yang berimplikasi struktual bahwa Indonesia bukan negara “sekuler” tetapi juga bukan negara “agama”.
Pancasila juga memuat gagasan dan nilai-nilai yang berimplikasi struktural mengenai ‘Negara Kekeluargaan’ atau ‘Negara Gotong Royong’ yang mengharamkan adanya ‘Oposisi’ dalam sistem politik pemerintahan Indonesia. (*)