Opini Damang Averroes Al Khawarizmi
Ius Operatum Penjabat, Perlukah
IMPLIKASI dari penundaan Pilkada serentak 2022-2023 dengan wajibnya pengangkatan Penjabat Kepala Daerah (PKD)..
Sekarang sudah ada UU pemda yang baru (UU No. 23/2014), suatu ketimpangan menggunakan aturan turunan PP No. 49/2008, saat yang sama aturan induknya (UU No. 32/2004) sudah dicabut melalui UU No. 23/2014.
Pun kalau mengikuti logika pemerintah dengan mengakui kehadiran PP No. 49/2008, lantas bagaimana dengan rezim pengangkatan PKD yang terdapat di UU Pemilihan.
Bagaimana mungkin rezim UU Pemilihan yang telah dikeluarkan dari rezim UU Pemda, lalu masih mau menggunakan lagi aturan turunan dari UU Pemda.
Terakhir, Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021, Putusan MK No. 15/PUU-XX/2022, dan Putusan MK No. 18/PUU-XX/2022 tentang pengujian materil peniadaan Pilkada 2022 dan 2023, secara nyata telah membatalkan PP No. 49/2008.
Hal tersebut dapat ditangkap dari pertimbangan putusan tersebut yang pada pokoknya menyatakan, perlu dipertimbangkan pemberian kewenangan PKD yang sama dengan kepala daerah definitif.
Perlu pula menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU Pemilihan.
Pertimbangan dan perhatian, bukan bersifat alternatif, tetapi harus dimaknai sebagai kewajiban yang mesti segera dilaksanakan oleh pemerintah, membentuk PP Pengangkatan PKD.
Pertimbangan dan perhatian dimaknai sebagai hal yang bersifat obligatoir, karena aturan yang akan dibuat untuk PP PKD tidak sedikit, syarat dan tata cara pengangkatannya harus jelas dan konkrit.
Harus memenuhi prinsip-prinsip demokratis, terbuka, transparan, dan akuntabel.
Dengan kriteria PKD yang diangkat, berkompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah, serta akan bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah. (*)