Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prof Tasrif Surungan PhD: Etika Penggunaan Gelar Akademik Mulai Tak Sehat dan Susahkan Mahasiswa

Anggota Dewan Guru Besar Universitas Hasanuddin ( Unhas ) Makassar, Prof Tasrief Surungan PhD menyebut, etika penggunaan gelar dan jabatan akademik

Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUN TIMUR
Guru Besar Universitas Hasanuddin ( Unhas ) Makassar, Prof Tasrief Surungan PhD 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Anggota Dewan Guru Besar Universitas Hasanuddin ( Unhas ) Makassar, Prof Tasrief Surungan PhD menyebut, etika penggunaan gelar dan jabatan akademik di Indonesia mulai tak sehat dan cenderung menyusahkan mahasiswa semester akhir.

Guru besar Ilmu Fisika ini berharap ada pembakuan dan penegakan aturan penggunaan gelar dan jabatan akademik dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

"Kemarin saya dapat cerita dan lihat flyer sejumlah akademisi cantumkan semua gelar akademik, termasuk gelar-gelar dari kursus singkat," ujar alumnus Tokyo Metropolitan University Jepang ini dalam sebuah diskusi di Makassar, Sulsel, Sabtu (21/5/2022).

Bahkan, dosen senior Fakultas MIPA Unhas ini, mengaku menerima "testimoni" dari koleganya sesama profesor bahwa ada mahasiswa yang mendapat perlakuan tidak proporsional (dipersulit) saat seminar proposal atau hasil penelitian hanya karena tak menuliskan semua gelar dosen pengujinya.

Baca juga: Guru Besar Fisika Unhas Paksa Zakir Sabara Segera Pakai Gelar Profesor

Dia berharap pemerintah, otoritas kampus, dosen, serta stake holders, media massa ikut menstandardisasi, dan sosialisasi penggunaan gelar akademik itu.

"Prinsipnya, yang bisa dipasang menyertai nama adalah gelar akademik, yang diperoleh dari S1, S2, dan S3 dan gelar profesi, namun yang diperoleh dari kursus singkat oleh lembaga sertifikasi, sebaiknya tidak dipasang."

Pria kelahiran Pambusuang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat ini menambahkan, di beberapa organisasi profesi atau keahlian di Tanah Air, gelar akademik yang dicantumkan adalah gelar akademik tertinggi.

Maka, seorang dengan kualifikasi doktor, tidak lagi harus menaruh gelar masternya, sedemikian penulisan nama dengan tambahan gelar akademik menjadi lebih singkat dan efisien.

Menurutnya, menuliskan nama dengan gelar sampai dua baris indikasi masyarakat akademik yang tidak sehat dan kurang etis.

"Sebenarnya dengan harus menuliskan sekian banyak gelar akademik dan keanggotaan dalam organisasi, sudah cukup merepotkan mahasiswa. Kenyataannya, ada saja oknum dosen bahkan guru besar yang mencatumkan semua embel-embel tambahan nama itu hingga 2 baris," ujarnya.

Dalam penelusuran Tribun-Timur.com, sejumlah nomenklatur kementerian sudah mengatur penggunaan gelar.

Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Permenristekdikti ) No 63 Tahun 2016 tentang Gelar dan Tata Cara Penulisan Gelar di Perguruan Tinggi dan Permenristekdikti Nomor 59 Tahun 2018 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar, dan Tata Cara Penulisan Gelar di Perguruan Tinggi.

Juga dalam sebuah surat edaran dari Dirjen Dikti Kemendikbudristekdikti Nizam tanggal 18 Januari 2021, mengatur dengan detail penggunaan gelar.

Untuk surat edaran misalnya tak perlu lagi mencantumkan gelar akademik.

Untuk penegakan etika, hampir semua kementerian dan lembaga negara juga menerapkan pembatasan penggunaan gelar dalam sistem standar persuratan resmi.(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved